Terminologi Hadits Nabawi

1. Perbedaan Hadits,Sunnah, Atsar dan Khabar
Pada zaman pra Islam kata hadits telah lama dikenal. Orang-orang pada waktu itu menggunakan kata hadis untuk dijadikan sebagai kata ganti hari-hari besar mereka . Kemudian setelah Islam datang, kata hadis beralih arti dengan menggunakan arti dari kata ikhbar seperti yang tertera dalam Q.S al-Tur ayat 34. dengan tujuan untuk membedakan dengan al-Qur'an yang bersifat qodim.


Nabi sendiri menamakan ucapannya dengan sebutan al-Hadis. Hal ini digunakan untuk membedakan ucapan yang tidak berasal dari Nabi. Ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang isinya menyatakan bahwa apa yang diucapkan oleh Nabi dinamakan sebagai hadis .
Kata hadits sendiri menurut bahasa adalah sebagai berikut:
1. Jadid yang merupakan antonim dari kata qodim yang berarti baru.
2. Qorib (dekat) diambil dari kalimat haditsul ahdi bi al-Isalm yang berarti orang yang baru masuk Islam.
3. Khobar (warta).
Kata hadits menurut istilah ahli hadits adalah segala ucapan, perbuatan dan keadaan Beliau.
Kata sunnah sendiri merurut kamus bahasa Arab adalah sesuatu yang telah dijalani baik maupun buruk. Sedangkan menurut istilah ahli hadits adalah segala ang dikutip dari nabi baik yang berupa ucapan, perbuatan maupun beberapa bentuk afirmasi dari Nabi, pengajaran, sifat, kelakuan dan perjalanan hidup baik itu sebelum maupun setelah nabi diangkat menjadi Rosul
Kata al-Hadis al-Sunnah kalau kita lihat dari persepektif ulama hadits tidak ada perbedaan secara signifikan. Akan tetapi apabila kita tarik kebelakang dua kata tadi memiliki perbedaan yang mendalam baiksecara etimologi maupun epistimologi . Mayoritas ulama hadis tidak membedakan antara al-sunnah dan al-hadits yakni apapun yang berasal dari Nabi baik iti berupa ucapan, perbuatan, dan ketetapan maupun yang lainnya. Begitu juga dengan al-khabar, menurut istilah ulama hadits mempunyai arti yang sama dengan al-hadits. Akan tetapi ada sebagian ulama yang membedakan antara al-hadits dan al-khabar. Kalau hadits itu berasal dari Nabi sedangkan al-khabar berasal dari selain Nabi. Sehingga al-khabar itu lebih umum cakupannya daripada al-hadits.
Perbedaan diatas diambil dari pendapat ahli fiqh Khurasan. Mereka mengklasifikasikan lagi kata al-khabar menjadi dua. Yang pertama kalau khabar itu bersifat mauquf, mereka menamakan dengan atsar. Yang kedua kalau khabar itu bersifat marfu', mereka menamakan dengan al-khabar .
Secara bahasa kata al-hadits dan al-khabar mempunyai arti yang sama yaitu sesuatu yang baru. Akan tetapi yang membedakan keduanya adalah seperti apa yang telah diungkapkan oleh ahli fiqh Khurasan. Dibawah ini terdapat masing-masing contoh dari:
1. Hadis
الدنيا سجن المؤمن وجنة الكافر
2. Atsar

2. Perbedaan Wahyu al-Quran, Hadis Qudsi dan Hadis Nabawi.
Pengertian al-Qur'an adalah wahyu yang diturunkan oleh Allah melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW yang mana struktur dan substansi bahasanya berasal dari Allah SWT.
Pengertian Hadits qudsi terdapat dua versi. Yang pertama hadits qudsi merupakan kalam Allah SWT ( baik dalam sturiktur maupun sunstansi bahasanya ) sedangkan Nabi hanya sebagai penyampai . Yang kedua hadits qudsi adalah perkataan dari Nabi, sedangkan isi dari perkataan tersebut berasal dari Allah SWT. Dalam hal ini penulis lebih condong pada pengertian hadis qudsi yang kedua. Dengan alasan untuk membedakan antara al-Qur'an dan hadis qudsi dalam proses terjadinya.
Dari uraian singkat di atas dapat kita ketahui beberapa perbedaan dari ketiganya.
1. Perbedaan antara al-Quran dengan hadits Qudsi adalah sebagai berikut :
 Al-Quran secara struktur dan substansi bahasanya berasal dari Allah. Hadits Qudsi struktur bahasanya berasal dari Nabi sedangkan substansi bahasanya berasal dari Allah.
 Redaksi yang digunakan oleh nabi pada al-Quran adalah Allah telah berfirman, sedangkan dalam hadits Qudsi redaksi yang digunakan adalah Allah telah meriwayatkan kepadaku.
 Al-Quran merupakan ibadah jika dibaca, sedangkan hadits Qudsi tidak demikian.
 Al-Quran merupakan mukjizat sedangkan hadits Qudsi tidak.
 Al- Quran hanya diturunkan melalui perantara malaikat Jibril, sdangkan hadits Qudsi bias dengan melalui ilham maupun mimpi.
 Dll.
2. Perbedaan antara hadits Qudsi denga Hadits Nabawi yangb paling esensial adalah bahwa hadits Qudsi ada kaitannya dengan Allah (ada nisbat) meskipun hanya dalan substansi bahasanya. Hal ini berbeda dengan hadits Nabawi yang mana sruktur maupun bahasanya berasal dari Nabi. . Meskipun demikian bukan berarti apa yang dikatakan oleh nabi merupakan sesuatu yang berasal dari nafsu belaka ,karena hal ini akan bertentangan dengan Q.S. al-Najm ayat:4. Akan tetapi mempunyai pengertian hadits Nabawi dalam proses terungkapkannya oleh nabi tidak harus menunggu wahyu dari Allah.
Contoh wahyu al-Quran adalah:
قل هو الله احد الله الصمد لم يلد ولم يولد إلخ
Contoh hadits Qudsi adalah hadits yang diriwayatka oleh Abi dzarrin al-Ghofari dari Nabi:
يا عبادى إنى حرمت الظلم على نفسى , وجعلته بينكم محرما فلا تظالموا
Contoh haits Nabawi adalah:
صلوا كما رأيتمونى أصلى




B. Pembagian hadits ditinjau dari aspek kualitas

1. Hadits dan unsur-unsurnya
Sebagaimana proses terbentuknya sesutau yang mana membutuhkan beberapa komponen, hadits juga mengharuskan adanya beberapa komponen. Hadits bisa sampai kepada kita juga mempunyai beberapa komponen. Di bawah ini terdapat beberapa komponen hadits:
a. Mukhorij al-hadits
Adalah orang yang menyebutkan perowi hadits. Istilah ini berbeda dengan al-muhdits yang artinya orang yang mempunyai keahlian tentang proses perjalanan hadits serta megetahui nama-nama perowi, redaksi, dan kelemahan hadits. Dalam hal ini ia lebih tinggi apabila dibandingkan dengan al-musnid.
Setiap orang yang sedang bergelut dengan hadits dapat digologkan menjadi beberapa tingkatan antara lain sebagai berikut:
1. Al-Tholib adalah orang yang sedang belajar hadits.
2. Al-Muhaddits adalah orang yang mendalami dan menganalisis hadits dari segi riwayat dan diroyat.
3. Al-Hafidz adalah orang yang hafal 100.000 hadits.
4. Al-Hujjah adalah orang yang hafal 300.000 hadits.
5. Al-Hakim adalah orang yang menguasai hal-hal yang berhubungan dengan hadits secara keseluruhan baik ilmu maupun mustola al-hadits.
6. Amir al-hadits ( pemimipin hadits)
Menurut syeikh Fath al-din bin Syaid al-Naas, al-muhhadits pada zaman sekarang adalah orang yang sibuk dengan mempelajari hadits baik riwayat maupun diroyat, mengkombinasikan perowinya dengan mempelajari para rowi yang semasa dengan perowi sampai mendalam, populer dalam hadits. Sehingga ia mampu mengetahui guru dan guru dari guru perowi sampai seterusnya.
b. Sanad
Kata sanad menurut al-Badru bin Jamaah adalah memberitahu jalur menuju hadits. Karena sanad menurutnya diambil dari kata al-sannad yang berarti suatu yang naik dari lembah gunung. Hal ini karena al-musnid menarik hadits sampai kepada orang yang mengucapkan hadits. Atau diambil dari ucapan fulanun sanadun (berpegangan) sehingga sanad mempunyai arti memberitahu proses menuju matan. Hal itu dikarenakan orang yang hafal hadits menjadikan sanad sebagai acuan dalam shohih dan dloif sebuah hadits.
Dalam ilmu hadits terdapat beberapa kata yang merupakan derivasi dari kata sanad di antaranya adalah:
1. Sanad yang artinya proses menuju matan
2. Musnad yang artinya hadits yang sanadnya sampai pada Nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini sanad mempunyai tiga arti. Yang pertama hadits yang lalu. Yang kedua buku hadits yang sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Yang ketiga adalah sama dengan kata isnad dimana merupakan kata benda seperti musnad al- shihab, musnad al-firdaus dan lain-lain.
3. Sinad yang artinya orang yang meriwayatkan hadis dari jalurnya baik ia itu paham atau tidak.
4. Isnad yang artinya menarik hadits sampai ke pengucap hadits.
c. Matan
Matan adalah kalimat hadits yang mempunyai arti.
Menurut Ibnu jamaah adalah sebuah kalimat yang menjadi tujuan akhir daripada sanad. Atau dengan mudah kita katakan matan adalah bentuk redaksional sebuah hadits.
2. Pengertian, pembagian dan contoh Hadits Shohih.
Sebenarnya sebuah hadits dapat digolongkan menjadi dua. Yang pertama adalah hadits yang dapat diterima dan yang kedua adalah hadits yang ditolak. Untuk kelompok yang pertama tercakup ke dalamnya hadits shohih dan hadits hasan sedangkan yang kedua hanya mencakup hadits doif. Akan tetapi di sini penulis mengikuti pembagian hadits menjadi tiga apabila ditinjau dari segi kualitas.
a. Shohih
Pengertiannya adalah sebuah hadits yang jalurnya saling bertemu dan dikutip oleh seorang yag adil dan dlobid ( berkualitas moral dan intelektual). Serta tidak ada cacat atau kekurangan dalam hadits tersebut .
Ada sebagian ulama yang membedakan antara hadits yang mutassil dengan hadits yang musnad. Kalau hadits yang mutassil adalah hadits yang sanadnya bersambung dan dikutip melalui pendengaran dari satu rowi kemudian rawi di atasnya, baik itu sampai kepada Nabi Muhammad SAW maupun hanya tabiin (lihat roji’ al-tadrib,60). Sedangkan musnad adalah mata rantai sanad yang sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
Dari pengertian hadits shohih di atas dapat kita ambil syarat-syarat sebuah hadits dikatakan shohih yang antara lain :
1. Ittisol al-sanad adalah setiap hadits yang yang diriwayatkan oleh rowi kerowi di atasnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Maka di sini akan mengecualikan hadits yang munqoti', muaddlol, mullaq dan mursal.
2. 'Adilnya rowi adalah sifat yang yang ada pada rowi yang senantiasa mendorong untuk bertakwa dan menjaga kredibilitasnya.
3. Dlobidnya rowi adalah terpercaya, hafal di luar kepala, mengetahui arti hadts, mendengar langsung, setiap saat ketika disuruh untuk menceritakan maka sesuai dengan redaksi saat ia meneima hadits. Dalam hal ini dlobid terdapat tiga tingkatan:
 Tingkat pertama ( al-darojah al-ulya) yang ada pada 'adil dan dlobid
 Tingkat kedua (al-darojah al-wustho) tingkatan yang ada di bawahnya
 Tingkat ketiga (al-darojah al-dunya) bawah tingkat kedua.
4. Tidak bertentangan dengan riwayat lain yang tingkat siqohnya sama atau bertentangan dengan riwayat orang banyak.
5. Tidak terdapat cacat dan kelemahan dalam hadits.
Apabila sebuah hadits telah ditelaah dan telah memenuhi syarat di atas, akan tetapi tingkatan perowi hadits berada pada tingkatan kedua maka hadits tersebut dinamakan hadits Hasan.
Hadits shohih terbagi menjadi dua;
1. Shohih lidzatihi adalah sebuah hadits ayng mancakup semua syarat hadits shohih dan tingkatan rowi berada pada tingkatan pertama. Contoh
من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
2. Shohih lighoirihi
Hadits ini dinamakan lighoirihi karena keshohihan hadits disebabkan oleh sesuatu yang lain. Pengertiannya adalah hadits yang tidak sampai pada pemenuhan syarat-syarat yang paling tinggi. Yakni dlobid seoarng rowi tidak pada tingkatan pertama. Hadits jenis ini merupakan hadits hasan yang mempunyai beberapa penguat. Contoh hadits dari Muhammad bin Amr dari Abi Salamah dari Abi Hurairoh bahwa Nabi bersabda
لو لا أن أشق علي أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة
Letak hadits ini masuk pada kategori lighorihi menurut Ibnu Sholah adalah pada Muhammad bin Amr bin al-Qomah disebabkan ia lemah dalam hafalannya. Akan tetapi hadits ini dikuatkan dengan jalur lain.

b. Hadits Hasan
Hadits ini dinamakan Hasan karena sikap ulama hadits yang baik sangka terhadap perowinya .
Orang yang terkenal pertama kali mengklasifikasikan hadits adalah Imam al-Turmudzi. Pengertian Hasan menurut Ibn Hajar adalah Khobar Ahad yang dikutip oleh rowi adil yang dlobidnya tidak sempurna, bersambung, tidak cacat dan tidak bertentangan dengan riwayat lain ( lihat Ibn hajar, syarah tuhfa al-fikri,8-11). Letak perbedaan hadits ini dengan hadits shohih adalah pada kualitas intelektual perowi (dlobidnya rowi).
Menurut Ibn Taimiyah hadits Hasan termasuk dalam kategori dloif. Karena beliau mengklasifikasikan hadits menjadi dua shohih dan dloif, kemudian membagi hadits dloif menjadi dua yakni yang bisa dijadikan hujjah dan yang tidak bisa. Hadits Hasan masuk dalam kategori hadits dloif yang dapat dijadikan hujjah.
Hadits Hasan juga terbagi menjadi dua:
1. Hasan lidzatihi
Pengertiannya sama dengan hadits shohih lighoirihi akan tetapi dalam hadits Hasan tidak disyaratkan adanya jalur pendukung. Contoh
لولا أشق علي أمتي لآمرتهم بالسواك عند كل صلاة
2. Hasan lighoirihi
Dinamakan lighoirihi karena Hasan disebabkan sesuatu yang lain. Pengertiannya adalah hadits yang isnadnya tidak jelas,rowi bukan pelupa dan tidak banyak salahnya tidak diyakini bohong dan dikuatkan oleh syahid. Atau dengan ringkasnya hadits yang salah satu syarat yang ada pada hadits Hasan lidzatihi tidak terpenuhi. Contoh:
عن هشيم عن يزيد بن أبي زياد عن عبد الرحمن بن أبي ليلي عن البرأ بن عازب رضي الله عنه "أن حقا علي المسلمين لأن يغتسلوا يوم الجمعة وليمس أحدهم من طيب أهله فـإن لم يجد فالمأ له طيب
Hadits ini menurut al-Tirmidzi masuk dalam kategori Hasan lighoirihi di karenakan Hasim masuk dalam kategori al-mudallis. Akan tetapi matan hadits dikuatkan oleh syahid haditsnya Abi Said dll.
c. Dloif
Menurut al-Nawawi hadits dloif adalah hadits yang tidak memenuhi syarat shohih dan hasan (lihat syarah shohih Muslim juz 1 hal 19, lihat qowaid al-hadits hal 86).
Dalam hadits dloif terdapat bermacam-macam akan tetapi dapat diklasifikasikan menjadi dua;
1. Hadits yang tidak memenuhi syarat mutassil
 HaditsMuallaq
Adalah hadits yang pada awal sanadnya telah dibuang satu atau lebih rowi baik secara berurutan maupun tidak. Contoh adalah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori
قال مالك عن الزهرى عن أبى سلمة عن أبى هريرة عن النبى "لا تفا ضلوا بين الأنبيأ
Letak hadits ini dikatakan Muallaq karena Imam bukhori langsung menyebut Imam Malik padahal ia dengan Imam Malik tidak pernah bertemu.
قال ألبخارى قالت العائشة كان النبى يذكر الله على كل أحواله
Disini Bukhari tidak menyebutkan rawi sebelum Aisyah
 Mursal
Adalah hadits yang sanadnya dari tabi'in meloncat langsung kepada nabi. Untuk masalah hadits ini boleh atau tidaknya dijadikan hujjah, menurut Imam Malik dan Abu Hanifah boleh. Contoh hadits ini adalah:
قال مالك عن جعفر بن محمد عن أبيه أن رسول الله قضى باليمن والشاهد
Disini Muhammad bin Ali Zainul Abidin tidak menyebutkan sahabat yang menjadi perantara antara nabi dan bapaknya.
 Munqotiq
Hadits yang salah satu rowinya atau lebih dihilangkan baik itu sahabat ataupun yang lain atau salah satu rowi itu tidak jelas.

Contoh hadits ini adalah;
ما رواه عبد الرزاق عن الثورى عن أبى إسحاق عن زيد بن يثيع عن حذيفه مرفوعا إن وليتموها أبا بكر فقوى أمين
Riwayat yang sebenarnya adalah Abd Rozak meriwayatkan hadits dari Nukman bin Abi Saybah al-Jundi bukan dari Syauri. Sedangkan Syauri tidak meriwayatkan hadits dari Abi Ishak akan tetapi ia meriwayatkan haditsd dari Zaid. Dari riwayat yang sesungguhnya kita dapat mengetahui bahwa hadits di atas adalah termasuk hadits yang munqotiq.:

 Muaddlol
Adalah hadits yang sanadnya hilang dua rowi atau lebih secara berurutan yang berada ditengah. Contoh :
يقال للرجل يوم القيامة عملت كذا وكذا؟ فيقول لا فيحتم على فيه
Hadits ini berasal dari al-Sakbi dari Anas dari Nabi, di sini Akmas tidak menyebutkan Anas dan Nabi.
 Mudallas
Adalah hadits yang diriwayatkan dengan menyembunyikan rowi diatasnya. Tadlis di sini ada dua macam
1. Tadlis dalam sanad yakni hadits yang diriwayatkan dari orang yang semasa dan bertemu akan tetapi disangsikan dia itu mendengar langsung atau dia itu mendengar akan tetapi disangsikan tidak bertemu. Seperti ucapan perowi qola fulanun, 'an fulanin dll.
2. Tadlis fi al-syuyuh yakni hadits yang diriwayatkan perowi yang hanya menyebutkan nama guru atau julukan atau nasab yang kesemua itu tidak populer dikalangan ahli hadits.

Apabila hdits doif itu di lihat dari segi syarat 'adalah ada beberapa macam:
1. Mauduk
Adalah hadits kontroversial yang di buat seseorang dengan tidak mempunyai dasar sama sekali. Sedangkan menurut Subhi Sholih adalah khobar yang di buat oleh pembohong kemudian dinisbatkan kepada Nabi.
Berbagai macam faktor yang menyebabkan terjadinya hadits mauduk yang kesemua itu berlatarbelakng kepentingan.
Sudah menajadi konsekuensi logis bahwa ketika Islam berkembang dengan pesat maka perkembangan pengetahuan tentang Islampun berkembang. Hal ini kemudian menimbulkan perbedaan pendapat yang kemudian dijadikan sebagai madzhab. Setiap pengikut dari madzab mempunyai rasa fanatik yang kemudian dengan kefanatikannya itu mereka ingn mengunggulkan dan memperkuat masing-masing madzab mereka. Alat yang mereka gunakan adalah al-Quran dan al-Sunnah. Ketika mereka tidak lagi bisa menemukan dalil dari al-Quran dan al- Sunnah lantas mereka membuat hadits sendiri-sendiri untuk menunjukkan keunggulan masing-masing pemimpin mereka.
Kejadian di atas terlihat lebih parah ketika ada perebutan kekuasaan anatara Bani Umayyah dengan Abassiah. Di mana kedua golongan itu mempunai pendukung yang sama-sama kuat. Untuk golongan Umayyah didukung oleh kaum Arab sedangkan golongan Abassiah didukung oleh kaum Persi. Yang pada akhirnya bermunculan hadits palsu yang digunaka sebagai alat untuk mengunggulkan imam mereka masing-masing. Diantaranya adalah hadits yang mengunggulkan Imam Hanafi atas Imam Syafii karena Imam Hanafi adalah keturunan 'Ajam( orang selain Arab) sedangkan Imam Syafii adalah orang Arab yang kesemuanya itu bermuatan politis.
Tanda-tanda sebuah hadits itu dapat dikatakan maudu' dapat dilihat dari sanadnya adalah sebagai berikut:
 Rowi hadits terkenal sebagi pembohong.
 Perowi merupakan perowi tunggal.
 Perowi mengaku sendiri bahwa hadits itu adalah hadits maudu'.
 Mengetahui sikap dan perilaku perowi.
Tanda-tanda dari aspek matan antara lain:
 Arti hadits itu kontra dengan hadits yang lain yang lebih tinggi.
 Bertentangn dengan al-Quran, sunnah mutawatir atau ijmak.
 Tidak sesuai dengan fakta sejarah.
2. Matruk
Adalah hadits yang diriwauyatkan oleh orang disangka sebagai pembohong atau tidak ada jalur hadits lain serta dia tekenal sebagai pelupa dan banyak kesalahan. Contoh hadits ibi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Amr bin Samr dari Jabir al-Ja'fi dsari al- Harits al- A'wari dari sahabat Ali.
3. Munkar
Adalah hadits yan tidak diketahui matannya selain dari rowi itu dan perowi itu tidak memenuhi kualifikasi seorang dlobid. Atau dengan pengetian hadits yang rowinya lemah dan bertentangan dengan riwayat rowi siqoh.

4. Majhul
Sebuah hadits yang tidak diketahui secara jelas perowinya ataupun perilakunya.
5. Mubham
TERUSKAN SENDIRI
Cara mengukur keshohihan sebuah hadits.shohih lidzatihi dan lighoirihi.

Untuk mengetahui suatu hadits itu apakah shahih atau tidak, kita bisa melihat dari beberapa syarat yang telah tercantum dalam sub yang menerangkan hadits shahih. Apabila dalam syarat-syarat yang ada pada hadits shahih tidak terpenuhi maka secara otomatis tingkat hadits itu akan turun dengan sendirinya. Semisal kita meneliti sebuah hadits, kemudian kita temukan salah satu dari perawi hadits tersebut dalam kualitas intelektualnya tidak sempurna. Dalam artian tingkat dlabidnya berada pada tingkat kedua (lihat tingkatan dlabid pada bab hadits shahih), maka dengan sendirinya hadits itu masuk dalam kategori hadits shahih lighoirihi. Dan apabila ada sebuah hadits yang setelah kita teliti kita tidak menemukan satu kelemahanpun dan tingkatan para perawi hadits juga menempati posisi yang pertama , maka hadits itu dikatakan sebagai hadits shahih lidatihi.
Untuk hadits shahih lighoirihi kita bisa merujuk pada ketentuan-ketentuan yang termuat dalam pengertian dan kriteria-kriteria hadits hasan lidatihi. Apabila hadits itu terdapat beberapa jalur maka hadist itu akan naik derajatnya menjadi hadits shahih lighoirihi. Dengan kata lain kita dapat menyimpulkan apabila ada hadits hasan akan tetapi hadits itu diriwayatkan oleh beberapa rawi dan melalui beberapa jalur, maka dapat kita katakana hadits tersebut adalah hadits shahih lighoirihi.
Peran al-tabi' dalam dalam analisis kualitas sanad.
Sebelum ita mengetahui seberapa jauh peran dari mutabi' terhadap kualitas sebuah hadits. Sebaiknya kita terlebuh dahulu mengetahui apa iti tabi'.
Mutabi' merupakan derivasi dari kata tabaa yang berarti mengiikuti. Sedangkan pengertian mutabi' dalam disiplin i9lmu hadits adalah serbuah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang berkapasitas sebagai al- mukhorij al- hadits. Di mana hadits itu sesuai denan hadits yang yang diriwayatkan oleh perowinya. Sedangkan al-mukhorij itu meriwayatkan dari guru perowi atau dari guru gurunya perowi( lihat Subhi Sholih hlm;241). Pengertian lain mutabi' adalah hadits yang rowinya itu ada kesesuaian dengan rowi lain yang berkapasitas sebagi mukhijulhadits. Di mana rowi kedua meriwayatkan dari guru rowi pertama atau dari guru gurunya rowi pertama. Kesesuaian tadi bisa dalam arti, redaksi ataupun keduanya(lihat Dr. Umar Hsyim hlm;168).
Posisi mutabi' dalam sebuah hadits sangat berpngaruh pada kualitas hadits itu sendiri. Karena ketika ada sebuah hadits yang dinilai dari segi sanad nmemilliki kekurangan, maka akan menyebabakan hadits itu tidak bisa mencapai kedudukan sbagai hadits shohih maupun hadits hasan.akan tetapi ketika ditemukan hadits yang sama dari jalur lain , maka posisi hadits yang pertama bisa kuat dan bisa naik menjadi hadits shohih lighoirihi maupun hasan lighoirihi. Karena kekurangan pada salah satu rowi, semisal tidak begitu kuat hafalannya, sehingga ditakutkan hadits itu merupakan buatan sendiri atau tidak sesuai dengan apa yang ia terima pertama kali. Akan dapat dihilangkan kecurigaan itu dengan adanya bukti hadits yang sama yang diriwyatkan melalui jalur lain. Contoh kasus adalah hjadits yang diriwayatkan oleh Imam Syafii dari Malik dari Abdullah bin Umar dari Ibn Umar dari Nabi
ألشهر تسع وعثرون فلا تصوم حتى تروا ألهلال ولاتفطروا حتى تروه فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين يوما
Hadits ini dinilai ghorib karena diduga hanya diriwayatkan oleh Syafii dari Malik. Akan tetapi ditemukan hadits lain yang sama dan diriwyatkan dari Abdullah bin Maslamaa al-Qo'nabi dengan sanad yang sama.





























Dibawah ini adalah diagram hadits dari segi kwalitas menurut Dr. Muhammad Umar Hasyim dalam kitab Qawaid Ushul Al hadits hal : 88
































Pembagian hadits ditinjau dari aspek kuantitas sanad.
Hadits ketika ditinjau dari segi kuantitas sanad maka hanya ada dua yaitu mutawatir dan ahad, yang keduanya akan terbagi lagi menjadi beberapa bagian.
1. Hadits Mutawatir.
Pengertiannya adalah hadits yang diriwayatkanoleh orang banyak yang diyaklini kebenarannya. Dengan artian secara logika mereka tidak mungkin bersekongkol untuk berbohong dan hadits mereka itu sama dari awal sanad sampai akhir.
Sebuah hadits untuk sampai pada criteria sebagi hadits mutawatir harus memenuhi beberapa syarat antara lain:
• Perowi banyak.
• Secara logika para perowi tidak mungkin melakukan kospirasi untuk berbohong.
• Sanadnya muttasil mulai dari awal hingga akhir.
• Dapat dibuktikan secara nyata.
Ukuran banyak nya rowi dalam hadits mutawatir, tidak terdapat ketentuan pasti mengenai jumlahnya. Hal ini terbukti bamnyak pendapat yang menentukan batas minimal perowi sebuah hadits bisa dikatakan sebagai hadits mutawatir. Ada yang mengatakan batas minimalnya adalah 4 sesuai dalam saksi zina, 5, 10, 12, 20, 40, 70, 30 ditambah 2 perempuan dll. Sehingga dapat dismpulkan tidak ada ketentuan khusus tentang jumlah minimal perowi. Yang menjadi landasan pokok adalah jumlah tadi sudah meyakinkan untuk dikatakan mustahil mereka berkomplot untuk berbohong. Akan tetapi penulis memiliki kecenderungan untuk mengikuti pendapat yang mengatakan batas minimal adalah 10 perowi sahabat. Karena 10 menurut hemat kami sudah mencukupi dan tidak terlalu sedikit.
Hadits mutawatir terbagi menjadi dua:
1. mutawatir dalam bentuk redaksinya.
Adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang dengan satu bentukl redaksi yang sama( lihat Subhi Sholih hlm:148). Ada yang mengatakan cukup dalam artinmya saja yang sama(lihat Dr. Umar Hsyim, hlm; 144).
Contoh hadits:
من كذب علي متعمدا قليتبؤا مقعده مت التلر
Hadits ini diriwayatkan oleh lebih dari 200 perowi(lihat M. jamaludin al-Qosimi,hlm:146).
Menuruit Ibnu Hajar dalam syarah al-Bukhori hadits itu diriwayatakan lebih dari40 sahabat, yang diantaranya 10 sahabat yang dijamin langsunga masuk surga( lihat al-Tajrij hlm:190).
2. Mutawatir dalam artinya saja.
Adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang sama dalam artinmya meskipun berbeda dalam bentuk redaksinya. Contoh hadits ini adalah hadits yang menerangkan kesunnahan mengangkat tangan ketika berdoa. Hadits ini diriwayatkan oleh lebih dari 100 perowi.
3. hadits ahad
hadits ini dalam jumlah rowi tidak mencapai batasan minimal dari hadits mutawatir. Hadits ahad terbagi menjadi tiga:
1. Mashur.
Adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga rowi atau lebih dan tidak sampai pada batasan mutawatir(lihat Dr. umar Hasyim hlm:58). Contoh hadits:
االمسلم من سلم المسلمون من لساته ويده
2. Hadits Aziz
Dinamakan Aziz karena kelangkaan hadits ini. Sedangkan pengertiannya adalah hadits yang jumlah perowinya tidak kurang dari dua. Contoh:
لايؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده
Hdits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari dua sahabat yakni Anas dan Abi Hurairoh.
3. Ghorib.
Adalah hadits yang diriwayatkan satu perowi saja.
Hadits Ghorib terbagi menjadi tiga:
 Ghorib dalam redaksi dan jalur hadits. Contoh:
قال رسول الله "إن هذا الدين متين فأوغل قيه برفق ولا تبخض إلانفسك عبادة الله فإن المنبت لاأرضا قطع ولاظهرا أبقى
Hadits hanya diriwayatkan oleh Muhammad bin Syaukah dari Jabir dari Ibn al-Munkadir.
 Ghorib dalam jalur hadits.
Hadits ini diriwayatkan oleh satu rowi dari seorang sahabt yang redaksinya berbeda dengan redaksi rowi-rowi lain dari sahabt lain.
 Ghorib dalam sebagian redaksinya. Contoh:
مارواه الترمذى عن مالك بن أنس عن نافع عن إبن عمر " فرض رسول الله زكاة الفطر على كل حر أوعبد ذكرا كان أو أنشى من المسلمين ألخ
Letak ghorib hadits ini adalah pada kalimat من المسلمين. Karena Imam Malik menambahkan kalimat itu, yang mana berbeda dengan rowi-rowi yang lain(lihat Dr. Ujjaj al- Khotib, hlm:362).
Cara mengukur kemutawatiran sebuah hadits dapat kita lakuka dengan mencari hadits pada kitab-kitab hadits yang ada. Apabila hadits yang kita maksud kita temukan dalam berbagai kitab, dan jalur hadits tersebut lebih dari 10 serta memenuhi kriteri-kriteria dalam hadits mutawatir. Maka hadits yang kita maksud dapat kita katakana sebagai hadits mutawatir.
Peran al-Syahid dalam kuantitas sanad.
Sebagaimana peran al-mutabi' pada kualitas sanad, al-syahid juga berperan dalam kuantitas sanad sebyah hadits. Apabila kita temukan hadits yang sementara dikatakan ghorib, akan tetapi kemudian ditemukan hadits lain yang mendukung, maka hadits tersebut tidak lagi menjadi ghorib melainkan naik derajatnya menjadi hadits aziz. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh As-Syafii dari Malik dari Abdullah bin Umar dari Ibn Umar dari Nabi:
ألشهر تسع وعثرون فلا تصوم حتى تروا ألهلال ولاتفطروا حتى تروه فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين يوما
Pada kata فأكملوا العدة ثلاثين يوما Imam Syafii berbeda dengan rowi yang lain. Oleh karena itu hadits ini dikataka ghorib. Akan tetapi kemudian ditemukan hadits yang diriwayatka oleh al-Qonabi dari jalur yang sama, maka keghoriba hadits tersebut secara otomatis hilang.






Dibawah ini adalah diagram hadits dari segi kwantitas menurut Dr. Muhammad Umar Hasyim dalam kitab Qawaid Ushul Al hadits hal : 89
































Tahamul al-hadits.
Pengertiannya adalah mengambil dan mengutip hadits dari orang lain yang dlam ilmu hadis disebut sebagai guru(lihat Dr. Umar Hasyim, hlm:221).
Syarat-syarat seseorang diperbolehkan mengutip hadits dari orang lain adalah:
1. orang yang menerima harus dlobid.
2. berakal.
3. Tamyis.
Untuk batasan minimal seseorang bisa dikatakan tamyis dalam hal ini ulam berbeda pendapat. Ada yang mengatakan orang tersebut harus berusia 20 tahun,ada yang harus berusia 1`0 tahun dan ada yang mengatakan minimal berusia 30 tanun. Akan tetapi ada yang memperbolehkan batas minimal adalah 5 tahun. Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Mahmud bin al-Ruba'I berkata
عقلت من النبى مجة مجها فى وجهي من دلو وأنا إبن خمس سنين
Dalam batasan seorang anak bisa fikatakan tamyis kita dapat mengklasifikasikan menjadi tiga pendapat
 Ada yang mengatakan batasan minimal lima tahun.
 Komentar al-hafidz Musa bin harun al-jamal, apabila seorang anak telah mampu membedakan ant6ara sapi dengan khimar,, maka anak tersebut telah masuk dalam kategori tamyis.
 Ketika anak tersebut telah dapat memahamiucapan dan mampu menjawab pertanyaan, maka anak tersebut dapat dikatakan tamyis meskipun belumberumur lima tahun.
Sehingga dari beberapa komentar di atas dapat kita simpulkan. Bahwa apabila anak itu bisa menjelaskan benda, memahami ucapan dan mampu menjawab pertanyaan maka ia dapat dikatakan tamyis.

'adak al-hadits
Pengertiannya adalah meriwayatkan hadits dan menyampaikan kepada murid setelah iamenerima hadits dari seorang guru.
Tidak semua orang bisa menyampaikan hadits kepada orang lain. Kartena untuk menjadi perowi harus memenuhi beberapa syarat antara lain:
1. Islam.
2. Baligh
3. Berakal
4. tidak mempunyai sifat fasik.
5. Hafal terhadap hadits yang adaa dikerpoalanya maupun yang ada falam catatannya.
6. mengetahui maksud-maksud kata yang ada dalam hadits dan mengetahui arti hadits apabila ia meriwyatkan dari segi artinya saja.
Seorang murid ketika ingin mendapatkan sbuah hadits, maka dalam hal ini ada beberapa cara antara lain:
• Mendengar.
Proses ii terjadi ketika seoarang guru membacakan sebuah hadits dari hafalannya, sedangakan murid mendengarkan. Dalam hal ini seorang murid sebaiknya tidak melakukan aktifitas yang dapat memecah kosentrasi.
• Bacaan di depan guru.
Proses ini terjadi ketiak seorang murid membacakan sebuah hadits di depan seorang guru. Apakah hadits tersebut telah ia hafal sebelumnya atau tidak ,yyang menjadi syarat adalah sang guru hafala akan hadits tersebut.
• Ijazah.
Sebuah proses tahamual di mana sang guru memberikan ijin kepada muridnya untuk meriwayatkan hadits yang telah ia(guru) dengar atau yang telah ditulis. Meskipun sang murid tidak mendngar langsung dari sang guru. Sbagai cintoh seorang guru berkata kepada murid say ijinkan kamu meriwayatkan hadits tentang sub-sub jual beli dari kitab Bukhori atas nama aku. Karena akau telah meriwayatkan hadits itu dari sseorang.
Akan tetapi hanya ada dua betuk ijazah yang dapat diterima dalam studi hadits.
 Ijazah terhadap biku-buku tertentu kepada murid tertentu pula. Dalam artian mukhotobnya jelas serta obyek yang diijaahkan jelas pula.
 Ijazah kepada orang yang jelas ,akan tetapi obyeknya tidak jelas.
• Munawalah.
Proses tahanul melalui metose ini terdapat dua cara.
 Munawalah yang disertai fengan ijazah. Yakni proses ini terjadi ketika guru memberikan manuskrip atau buku kepada muridnya. Untuk kemudian diriwayatkan kepada orang lain. Proses munawalah seperti ii yang diperbolehkan untuk diriwayatkan.
 Munawalah tanpa ijazah. Proses ini ketika sang guru memberikan kitab kepada murid, akan tetapi tidak disertai perintah untuk meriwayatkan. Menurut mayoritas ulama proses seperti ini tidak diperbolehakan untuk diriwayatkan.
• Penulisan.
Proses ini ketika seorang guru menuliskan sesuatau untuk orang yanga ada di hadapannya atau dikirimkan kepada seseorang yang tahu tentang guru itu. Apabila cara ini disertai dengan ijazah, makatingkatannya lebih tinggi dibandingakan dengan munawalah. Apabila tidak disertai dewnan ijazah ,maka cara ini menurut jumhur tidak diperbolehkan meriwayatkan (lihat Dr. Umar Hasyim hlm:228).
• Pemberitahuan.
Statement seorang guru yang isinya adalah bahwqa kitab ini didengar dari seseorang. Akan tetapi sang guru tidak memberikan komentar ytentang ijin untuk diriwayatkan kembali. Di sini tidak ada kejelasan tentang status boleh taua tidaknya kitab ityu diriwayatkan kemudian. Dalam hal ni ulama ada dua pendapat, yang pertama memperbolehkan riwayat melalui cara ini. Yang kedua tidak memperbolehkan dengan pertimbangan bisa saja guru berkata seperti di atas, kemudian ia tidak mengijinkan haditsnya untuk diriwayatkan, karena ada cacat yang diketahuinya, akan tetapi sang guru tidak menjelaskan perihal cacat yang ada.
• Wasiat.
Seorang guru berwasiat kepaadad murid ketika ia meninggal taua ketika berpergian tentang kitab yang ia riwayatkan. Ulama salaf memperbolhkan untuk meriwayatkan dengan metode ini. Karena mereka menyamakan cara ini dengan munawalah dan pemberitahuan.. akan tetapi Ibnu Sholah berkomentar bahwa proses penyamaan di atas sangat tidak mendasar.
• Wiajadah.
Sebuah istilah untuk adanya sebyah buku hadits yang ditulis seseorang dengan sanadnya, dan orang yang menemukan buku tersebut tidak bertemu langsung dengan penulis, seta dalam kitab tersebut tidak pemberian mandate untuk diriwayatkan kembali. Orang yang menemukan buku teersebut meriwayatkan dari penulis secara hikayah(cerita). Seperti saya menemukan dalam kiutabnya fulan begini….
Dari beberapa proses penerimaan hadits di atas berdampak pada bentuk redaksi penyampaian hadits. Karena serang perowi ketika ia mau menceritakan sebuah hadits, maka ia harus meceritakan sesuai dengan redaksi pad waktu ia menerima hadits. Sehingga dalam penyampaian hadits ketika:
a) Jika proses tahamul dengan car mendengarkan, maka bentuk periwayatannya adalah
سمحت,سمحنا,حدثنا,حدثني
Menurut al-Qodhi Iyyat boleh saja perowi menggunakan kata
أخبرنا,قال لنا, ذكر لنا, سمحت,سمحنا,حدثنا,حدثني
b) Jika proses tahamul itu dengan menggunakan Qiroah, maka rowi yang meriwayatkan harus menggunakan kata
قرأت على فلان, قرئ على فلان و أ نا سمعت, أخبرني, حدثنا فلان قرأة عليه
c) ketika proses tahamul menggunakan ijazah maka bentuk redaksi penyampaiannya adalah
أجازنى فلان, أنبأنى
d) Ketika prosesnya munawalah, maka rdaksi yang digunakan adalah
ناولنى فلان مع إلاجازة, حدثنى فلان ياامناولة وإلاجازة, أنبأنى فلان يإلاجزة و المناولة
e) Ketiak proses tahamul dengan kitabah(penulisan), maka redaksi yang digunakan adalah:
كتب إلي, كاتبني, حدثني بالمكاتبة وإلاجازة, أخبرني حدثني بالمكاتبة وإلاجازة
f) Ketika prosesnya menggunkan pemberitahuan, maka redaksi yang diginakan adalah:
أعلمنى فلان, حدثنى فلان يإلاعلام, أخبرنى فلان بإلاعلام
G) Ketika proses tahamul menggunakan metode wasiat, maka redaksi penyampaian menggunakan kata:
أوصى إلي فلان, أخبرنى فلان بالوصية, حدثني فلان بالوصية
g) Ketika proses tahamul melalui metode wjiadah( penemuan sebuah manuskrip atau buku), maka redaksi penyampaiannya menggunakan kata:
وجدت بخط فلان, قال فلان
Hadits muanan
Pengertian dari muanan adalah hadits yang sanadnya terdapat redaksi an (dari) seseorang .
Pendapat ulama ahli hadits dalam masalah ini terdapat dua fersi:
1. bahwa hadits yang jalurnya (sanad ) itu menggunakan redaksi 'an (dari) termasuk dalam kategori hadits yang sanadnya muttasil. Akan tetapi hadis mu'an'an untuk bisa dikategoriakn sebagai haids muttasil,harus memenuhi beberapa syarat. Dalam hal-hal syarat ini terdapat dua pendapat:
1) Syarat-syarat yang ditentukan oleh imam bukhari, Ali bin al-Madani dan sejumlah ahli hadits lain antara lain:
 Perawi harus mempunyai sifat 'adalah.
 Harus terdapat hubungan guru murid, dalm artian keduanya harus pernah bertemu.
 Perawi bukan termasuk mudallis.
2) Syarat-syarat yang ditentukan oleh imam muslim, amtara lain:
 Perawi harus mempunyai sifat 'adalah.
 Perawi bukan termasuk mudallis.
 Hubungan antara yang meriwayatkan hadits cukup dengan hidup dalam satu masa dan itu dimungkinkan untuk bertemu.
2. BAhwa hadits mu'an'an termassuk dalam kategori hadits mursal. Oleh karena itu hadis mu'an'an tidak bisa dijadikan sebagai hujjah.
Ketika redaksi 'an itu pada tingkat sahabat, trdapat pemilahan. Apabila sahabat itu termasuk sahabat yang sebagian besar hidupnya senantiasa bersama dengan nabi, maka redaksi 'an sama de3ngan rtedaksi sami'tu. Apabila sahabt itu jarang bertemu nabi, maka sanad itu perlu ditinmjau ulang .
Kesimpulan dari uraian diatas dapat kita klasifikasikan menjadi tiga pendapat sesuai dengan komentar Ibnu Hajar:
1. Bahwa redaksi sanad dengan 'an posisinya sama dengan redaksi haddastana dan akhbarana.
2. Tidak dikatakan sama dengan redaksi haddastana dan akhbarana. Ketika hadits itu diriwayatkan oleh mudallis.
3. Redaksi 'an sam dengan akhbarana dalam peneri,maan hadits secara ijazah.Untuk itulah hadits yang redaksinya memakai 'an masih dalam kategori muttasil. Aknan tetapi derajat 'an masih dibawah sami'tu.
Contoh hadis mu'an'an:
حدثنا قتيبة بن سعي حدثنا عبد العزيز الدرواردى عن العلاء عن ابيه عن ابى هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم الدنيا سجن المؤمن وجنة الكافر {رواه مسلم}
Hadis Muannan
Pengertiaanya adalah hadits yang redaksi sanadnya terdapat kata anna. Ulama dalam mengomentari hadits seperti ini dapat di kalsifikasikan menjadi dua:
1) Bahwa hadits ini sama dengan mu'an'an dari segi muttasilnya, apabila mempunyai dyarat-syarat yang terdapat dalam hadits mu'an'an. Ini merupakan pendapat Imam Malik dan Numhurul hadits.
2) HAdits muannan termasuk dalm kategori hadits munqati' sampai terdapat kejelasan bahwa murid telah mendengar. Tokoh dari pendapat ini adalah al;- Bardaji. Contoh dari hadits ini adalah hadits yangdiriwayatkan oleh Imam malik dari Ibnu Shihab أن سعيد بن مسيب قال ...... .
3) JARH WA TA'DIL
Ta'dil secara bahasa berarti mensejajarkan sesuatu. Menurut istilah berarti memberikan pengakuan kepada rowi dengan gelar yang bisa dijadikan acuan bisa diterima riwayatnya dan digunakan . Kalau kata 'adl sendiri berarati suatu karakter yang konsisten. Sedangkan 'adil adalah orang yang tidak diketahui kesalahannya yang bisa menurunkan ketakwaan da kredibilitasnya
Ilmu jarh wa ta'dil merupakan salah satu komponen d\studi hadits yang sangat penting. Karena dalam studi hadits kita akn mengetahui apakah sebuah hadits itu termasuk shohih, hasan atau dloif. Untuk menetahui hal itu seorang peneliti harus mengetahui status perowi hadits. Dengan cara melihat riwayat hidup, kredibilitas dan kualitas moral maupun intelektual. Sehingga peniliti bisa mengetahui apakah hadits yang sedang diteliti itu termasuk hadits yang ditolak atau yang diterima.
Jarh secara bahasa berarti melukai badan dengan senjata atau yang lainnya. Secara istilah adalah memberikan julukan kepada rowi dengan predikat yang bisa menyebabkan tidak diterima riwayatnya . Sehingga ilmu jarh wa ta'dil adalah sebuah disiplin ilmu hadits yang membahas atau meneliti perilaku para rowi untuk mengetahui bisa atau tidak diterimnya riwayat mereka..
Kaidah penerapan.
Dalam ilmu jarh dan ta'dil terdapat beberapa kaidah yang harus diberlakukan natara lain:
1) Dapat dipercaya dan adil dalam menghukumi. Orang yang ,mau meneliti harus mengatakan apa adanya. Ia tidak dipebolehkan hanya menyebut kejelekan dengan tanpa menyebutkan kebaikan perowi.
2) Cermat dalam mengkaji dan menghukumi. Seoarang peneliti harus pandai-pandai membedakan kelemahan—kelemahan yang ada. Apakah kelemahan itu disebabkan karena kecerobohan atau karena memang suatu sifat bawaan, semisal lemah hafalan.
3) Bersikap santun ketika melemahakan. Dalam artian bahasa yang dgunakan bukan bahsa yang apabila didengar tersa kasar. Semisal komentar kepada orang yang suka berbohong , hendakalah menggunakan kata orang yang tidak konsisten. Meskipun pada hakiakatnya artinya sama dengan orang ahli bohong.
4) Generalisasi dalam menyebutkan pujian dan kelemahan. Dalam hal ini ulama mengatakan kepada rowi yang yang mempunyai sufat 'adl dengan sebutan syiqoh, tsabat atau adil. Dengan tanpa memerinci lebih jauh. Karema kebaiakan seseorang tidak akan dapat diungkapkan secara menyeluruh. Begitu pula ketika menyebut kekurangan perowi ulama mengatakan satu kelemahan saja. Semiasal pelupa atau orang yang tidak konsisten. Karena satu kelemahan saja sudah cukup untuk dijadikan penilaian. Di sinilah letak kode etik jarh dan ta'dil,
Di samping mengetahui kaidah-kaidah yang berlaku kita juga perlu mengetahui siapa saja yang berhak untuk mengomentari rowi bahwa ia 'adil atau tidak. Orang yang berhak untuk melakukan hal tersebut adalahorang yang benar-benar mendalam ilmunya di samping itu ia harus memenuhi beberapa kriteri-kriteria di bawah ini:
1. Pandai
2. Jujur
3. Wira'i.
4. takwa.
5. tidak dilemahkan oleh yang adil lain.
6. tidak membenci salah satu perowi(bersiakap obyektif).
7. mengetahui sebab-sebab jarh dan ta'dil.
Sekarang kita menginjak bagaimana car mengetahui adalah seseorang. Dalam hal ini terdapat dua langkah:
1) Rowi telah mashur sebagi orang yang 'adil di kalangan ahli 'adalah. Di antara mereka (ahli 'adalah) adalah Malik bin Anas, Sufyan al-Sauri, sukbah bin al-Hajjaj, Imam Malik dll.
2) Keputusan seseorang. Yakni pemberia predikat 'adalah dari orang yang telah mempunyai sifat 'adalah. Meskipun pemberi itru hanya satui orang.
Di bawah ini terdapat beberapa kata yang digunakan untuk mengomntari ta'dil sesuai dengan tingkatannya( Dr. Umar Hasyim,hlm:191):
 أوثق الناس, أثبت الناس, أعدل الناس, فلان لايسأل عنه
 Predikat yang diucapkan beberapa kali ثقة ثقة, ثقة حافط, ثقة حجة, ثقة ثبت
 Predikat yang hanya satu kali متقن, , ثقة, حجة, ثبت
 Tingkatan yang ada di bawah tingkatan ketiga صدوق سئ الحفظ, صدوق يهم,
 صالح الحديث seseorang yang haditsnya di cacat dan dipertimbangakan.
Begitu pula dalam jarh terdapat beberapa komentar, di bawah ini sesuai dengan tingkatan:
 ضعيف, فيه مقال, لين الحديثapabila orang dikatakan seperti ini maka ia ia termsuk orang yang ditulis haditsnya dan perlu dipertimbangakan. Ini menurut pendapat Ibn Abi Hatimi. Menurut al-Daroqudni apabila seseorang dikatan layinun maka haditsnya diabaikan.
 ليس بقوى, فلان لايحتج به, ضعفوه, منكر الحديث
 ضعيف الحديث, فلان منكر الحديث Haditsnya orang seperti ini tidak dibuang akan tetapi dipertimbangakan.
 فلان متروك الحديث, كذاب, ذاهب الحديث maka hadits dari orang tersebut tidak perlu di cacat akan tetapi langsung dibuang.
Setiap orang akan berbeda pendapat dalam menilai seseorang , begitu pula dalam hal ini masing ulama berbeda pendapat ketika menilai para rowi. Ketika ada poerbedaan pendapat, lang kah yang kita ambil bisa dengan memakai salah satu pendapat;
1) Penadapat jumhur mengatakan bahwa ketika terdapat kotradiksi penilaian terhadap seorang rowi, maka yang dimenangkan adalah sifat kelemahannya( jarhnya). Karena ulama yang menilai lemah itu lebih ungul dalam mengetahui hal yang samara yang terdapat dsalam diri rowi, sedangakan ulama yang menytakan 'adil ia hanya mengewtahui sifat lahir dari rowi.
2) Penadapat yang mengatakan ketika sifat ta'dil itu lebih banyak dibandingakn dengan sifat jarh, maka yang dimenagkan adalah sifat ta'dilnya.
3) Sebenarnya jarh dan ta'dil belum bisa ditentukan mana yang lebih unggul sebelum ada yang menuatkan salah satu pihak .
Menurut pendapat al-Hafidz Ibn Hajar dalam kitab taqrib al-Tahdibnya, tingkatan jarah dan ta'dil bila dijadikan satu ada 12 tingakatan:
1. Tingakatan sahabat.
2. أوثق الناس, ثقة ثقة, ثقة حافط, ثقة حجة, ثقة ثبت
3. متقن, , ثقة, ثبت
Untuk tiga tingkatan di atas haditsnya dikatakan sebagai hadits shohih dengan tingkatan satu.
4. ليس به باس, لآبأس بهو صدوق hadits yang diriwayatkan oleh rowi yang berpredikat seperti haditsnya dinamakan shohi tingkat kedua. Menurut al-Turmudzi hadits yang rowinya seperti ini haditsnya dnamakan hasan.
5. صدوق سئ الحفظ, صدوق يهم, تغير بأخره
6. من ليس له من الحديث إلا القليل hadits ini di gunakan ketika ada al-mutabi' apabila tidak maka dikatakan لين الحديث
7. مجهول الحال/ مستور orang yang haditsnya diriwyatkan orang banyak aka tetapi tidak ada yang menyatakan syioqoh terhadapnya.
8. ضعيف
9. orang yang haditsnya hanya diriwayatkan oleh satu orang dan ia tidaki syiqoh.
10. orang yang tidak siqoh serta ada yang melemahakan, maka ia dijuluki dengan متروك الحديث, ساقط, واهى الحجيث
11. متهم, متهم بالكذب
12. كذاب, وضاع, ماأكذبه
Apabila tingkat kelima dan keenam tidak didukung dengan jalur lain, maka hadits itu ditolak. Akan tewtapi ketika didukung oleh jalur lain maka haditsnya menjadi hasan lighoirihi. Untuk tingkatan ketujuh sampai dengan keduabelas, maka haditsnya dinamakan dloif yang sesuai dengan tingkatannya.

0 Response to "Terminologi Hadits Nabawi"

Posting Komentar