SEKILAS KODIFIKASI HADITS

I. PENDAHULUAN
Eksistensi hadits di mata umat Islam sangatlah urgen. Karena hadits menurut sebagian besar ulama merupakan sumber hukum Islam yang kedua. Dalam pengkodifikasiannya, hadits memiliki liku-liku yang cukup panjang, bukannya tidak mungkin jika para sahabat yang cinta ilmu tidak mau memelihara hadits dengan baik, kemungkinan hadits-hadits Nabi SAW sudah ditelan masa. karena untuk menghimpun hadits diperlukan ketelitian yang sangat tinggi. Dan juga pada masa itu hadits lebih banyak terpelihara dalam ingatan daripada dalam catatan para sahabat. Melihat dari itu sudah selayaknyalah kita sebagi umat Muhammad yang cinta akan al-Qur’an dan hadits selalu belajar untuk memahami segala hal yang berkaitan dengan kedua sumber hukum seluruh umat dipenjuru dunia itu.


Maka dalam makalah yang sederhana ini kami menyajikan sekelumit bagaimana sejarah hadits itu dikodifikasikan, bagaimana pendapat-pendapat para sahabat serta apa saja yang ada didalamnya. Mari kita telusuri man……..…………….!
II. PEMBAHASAN
Para sahabat sangat memperhatikan hadits Nabi Muhammad S A W. mereka berpegang teguh kepada hadits sebagaimana mereka berpegang teguh kepada al-Quran. Hadits-hadits yang mereka dengar dan mereka hafal, mereka pahami kalimatnya sesuai dengan petunjuk ucapan, perbuatan dan perilaku Nabi. Karena mereka bersentuhan langsung dengan Nabi, maka merekapun memahami situasi dan kondisi yang melatarbelakangi diucapkannya hadits.
Antusiasme para sahabat dalam menimba ilmu dari Nabi dalam hal wahyu dan hadits sangatlah besar. Secara bergantian mereka mendatangi Nabi. Imam Bukhori meriwayatkan hadits dari Umar bin Khattab tentang antusiasme para sahabat terhadap ilmu pengetahuan
كنت انا وجار لي في بن أيسية بن زير وهي من حوالى المدينة وكنت نتناوب النزول على رسول الله ينزل يوما. وأنزل يوما فاذا نزلت جئته بخبر ذالك اليوم من الوحي وغيره واذا نزل فعلى مثل ذالك { رواه البخارى}
Saya dan tetanggaku tinggal di kampung Umayah bin Zaid di pinggir daerah Madinah, kami datang bergantian kepada Nabi. Hari ini tetanggaku yang mengunjungi beliau, hari berikutnya aku yang pergi. Jika aku yang datang maka aku menyampaikan kepada tetanggaku itu segala apa yang kudapatkan dari Nabi. Demikian juga bila ia yang perg, ia melakukan seperti apa yang kuperbuat.
Mereka yakin bahwa Nabi tidak berbicara sesuai dengan nafsunya, melainkan apa yang Nabi katakan adalah atas petunjuk Allah. Dengan demikian kita ketahui bahwa para sahabat sangat serius untuk mendapatkan dan mendengarkan hadits nabi. Akan tetapi dalam perjalanan penulisan hadits mengalami pro dan kontra. Berikut merupakan pandangan para sahabat;
1. Komentar sahabat Abu bakar al-Sidik, Hakim meriwayatkan dari Khosim bin Muhammad dari Aisah” ayahku mengumpulkan hadits dari Rosulullah, yang berjumlah 500 hadits. Kemudian semalaman beliau mondar-mandir. Ketika pagi beliau memanggilku; hai anakku , kemarikan hadits-hadits yang ada padamu, aku membawa hadits-hadits itu kepadanya, kemudian beliau membakar hadits-hadits tersebut.
2. Komentar Umar bin Khattab, diriwayatkan malik bin Anas Umar berkata” tidak ada penulisan besertaan dengan penulisan al-Quran”. Larangan beliau-beliau lebih didasarkan pada kekhawatiran beliau akan sikap terlalu berlebiahan umat Islam kepada hadits sehingga melalaikan al-Qur’an. Konon ketika beliau hendak menulis hadits, beliau meminta saran kepada sahabat Nabi yang lain. Para sahabat menyarankan akan penulisan hadits. Kemudian Umar melakukan sholat istikharoh selama satu bulan. Setelah mantap pendirian, pada suatu hari beliau berkata; saya memang pernah bermaksud menulis hadis Nabi namun saya teringat orang-orang dahulu sebelum Nabi. Mereka banyak menulis buku dan menjadikannya andalan utama sehingga meninggalkan Kitabullah. Demi Allah saya tidak akan mencampur Kitabullah dengan tulisan yang lain. Akan tetapi setelah beliau merasa bahwa al-Quran telah terpelihara. Beliau menuliskan hadits kepada pembantu dan sahabatnya. Nabi melarang penulisan hadits hanya ketika pertama kali turunnya wahyu. Karena dikuatirkan bercampurnya ucapan, pemikiran, penjelasan dan sejarah hadits dengan al-Qur’an. Akan tetapi setelah wahyu banyak yang turun dan sudah banyak pula sahabat yang hafal al-Quran nabi memberi ijin untuk menulis ilmu.
3. Usman bin Affan, untuk komentar sahabat Usman kami belum menemukan, apakah beliau termasuk sahabat yang menolak penulisan hadits atau ia berada di pihak pro penulisan hadits. Akan tetapi kalau kita menengok alasan-alasan yang digunakan oleh kelompok sahabat yang melarang penulisan hadits, maka dapat disimpulkan bahwa sahabat Usman termasuk sahabat yang pro dengan penulisan hadits. Hal ini di karenakan pada waktu khalifah beliau, al-Quran telah mengalami kodifikasi dan telah tersebar luas ke penjuru daerah-daerah Islam. Sehingga tidak lagi ditakutkan akan bercampurnya al-Quran dan hadits Nabi.
4. Komentar sahabat Ali bin Abi Tholib, beliau sangat menganjurkan dan mendorong murid-muridnya untuk menulis hadits. Alya bin Ahmar mengatakan “ dalam sebuah pidatonya Ali mengatakan siapa yang mau membeli hadits dengan uang satu dirham? Kemudian al-harits al-Anwar membeli kertas seharga satu dirham kemudian mengahadap Ali dan menulis hadits banyak sekali .
Sedangkan menurut sahabat yang lain yang menolak penulisan hadits menurut al-Khotib al-bagdadi ada enam sahabat yang tidak menulis hadits.
1. Abu Sayyid al-Khudri, nama aslinya adalah Saad bin Malik (w.74 H). beliau dikenal murid-muridnya untuk tidak menulis hadits darinya. Beliau juga meriwayatkan hadits yang melarang hal itu, seperti sabda Nabi” janganlah kalian menulis hadits-haditsku. Barang siapa menulis daripadaku selain al-Qur’an hendaklah ia menghapusnya” .
2. Abu Musa al-Asari (w.42 H). konon beliau menentang penulisan-penulisan hadits Nabi, sampai beliau menghapus tulisan muridnya .
3. Abu Hurairoh (19 SH-59 H). beliau berkata tidak ada seoragpun yang yang lebih tahu tentang hadits Nabi yang kuriwayatkan kecuali orang yang menerima hadits dari Abdullah bin Amr. Sebab ia menulis dengan tanganya sendiri dan menghafalnya, sedangkan aku hanya menghafal saja tidak menulis .
4. Abdullah bin Abbas (35 SH-68 H). Ada keterangan dari Tawus yang mengatakan bahwa apabila ada orang menulis surat kepada Ibnu Abas untuk menanyakan suatu masalah, kepada pembawa surat itu Ibnu Abbas berkata “ beritahukan kawanmu yang kirim surat itu, bahwa jawaban masalah itu begini, saya tidak menulis di atas kertas kecuali surat-surat dan al-Quran .
5. Abdullah bin Umar bin Khattab (10 SH-74 H). Menurut kesimpulan Said bin Jubair di mana ia mengatakan “ apabila kami berbeda pendapat dengan Ibnu Umar dalam suatu masalah, kami menulis surat untuk beliau. Seandainya beliau mengatakan isi shahifah hadits yang ada pada kami niscaya perbedaan pendapat itu sudah diputuskan antara kami berdua .
6. Abdullah bin Mas’ud (w.32 H). Dalam suatu riwayat dituturkan bahwa Aswad dan Alqomah membawa shahifah. Orang-orang mengatakan bahwa shahifah-shahifah berisi hadits-hadits menarik. Abdullah bin Mas’ud lalu mengahapusnya dengan air dalam mangkok .
III. HADITS PADA MASA TABIIN
Baru pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz (99 H) ide pembukuan hadits terealisasikan. Hal yang mendasari Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah kekhawatiran beliau akan sirnanya hadits beserta para penghafalnya yang banyak meninggal dan khawatir atas membaurnya hadits yang asli dengan yang palsu. Di samping itu pada masa itu juga terjadi perselisihan politik madzhab yang menyebabkan meluasnya hadits-hadits palsu. Untuk yang satu ini memang logis terjadi karena memang kekuasaan Islam semakin meluas dengan berbagai macam suku.
Langkah pertama yang diambil Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah memerintahkan pejabat dan ulama untuk mengumpulkan hadits. Beliau menginstruksikan kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm. Isi instruksi itu adalah lihat dan telitilah hadits-hadits Rosulullah, sunnahnya, hadits Umar dan yang lainnya. Kemudian tulislah karena aku takut atas hilangnya ilmu dan meninggalnya para ulama.
Di antara ulama yang mendapatkan tugas itu adalah Imam Muhammad bin Shihab bin Zuhri. Dengan adanya instruksi dari Khalifah para ulama di setiap daerah mengumpulkan hadits, membahasnya kemudian mengklasifikasikan hadits ke dalam hadits shahih dan hadits dlaif. Pada masa inilah embrio penulisan hadits mulai tampak dan merupakan cikal bakal munculnya imam-imam hadits tersohor kemudian.
Setelah generasi Al-Zuhri dibawah ini beberapa ulama yang membukukan hadis antara lain:
1. Abu Muhammad Abdul Malik Bin Abdul Aziz Bin Juraij wafatth 150 H di Mekkah
2. Maumar bin Rasyid wafat 153 H di Yaman.
3. Husain Bin Basyir wafat 188 H di Wasit.
4. Al-Laist Bin Sa’ad wafat 175 H di Mesir dll.
Akan tetapi pada masa ini pembukuan hadis belum terlihat secara sistematis. Hal ini dikarenakan masih bercampurnya hadis Nabi dengan perkataan sahabat dan fatwa tabiin.
IV. PENULISAN HADITS ABAD KE 3 SAMPAI KE 4
Di abad ke3 Hijriyah ini merupakan zaman keemasan sejarah dalam pengumpulan hadits. Pada abad ini muncul sejumlah ulama dan kritikus hadis terkemuka. Pada masa ini pula terbit enam kitab hadis yang tidak asing lagi bagi kita. Keenam kitab tersebut menjadi pegangan utama bagi ulama fiqh, sastrawan, ahli pendidikan dan psikolog untuk mendukung disiplin ilmu mereka. Pada abad ini pula sistematika penulisan hadits terlihat lebih maju. Karena pada masa ini ada sejumlah pengarang hadits dengan sistematika bab-bab seperti yang ada dalam kitab fiqh. Diantara penulis yang mengikuti cara ini adalah :
1. Orang yang hanya mengumpulkan hadits sahih saja, seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim.
2. Di samping memuat hadits sahih, juga memasukkan hadits hasan, bahkan hadits dla’if sekalipun. Akan tetapi hadits yang disusun semacam ini terdapat penjelasan sanad dan matan. Kitab hadits yang disusun seperti ini dilakukan oleh penghimpun Al-Sunan Al-Arba’ah: Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majjah.
Diantara ulama hadits yang tersohor pada masa ini adalah enam Imam hadits:
1. Imam Bukhori.
Beliau adalah Amir al-Mukminin dalam hadits, dia bernama Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin ibrohim Bin Mughirah bin Bardizbah. Beliau dilahirkan 13 Syawal 194 H, wafat malam idul fitri tahun 256 H. Karena keluasan ilmu dan kekuatan hafalannya dia dijuluki Imam al-Muhaddisin.
2. Imam Muslim.
Nama lengkap beliau adalah Imam abdul Husain bin al–Hajjaj bin Muslim. Dia dilahirkan Naisabur tahun 206 H wafat tahun 261 H. Beliau adalah imam hadits kedua setelah Imam Bukhari. Menurut sebagian ulama Maghribi dan Abu Muhammad bin Hazm al-Dzahiri kitab yang dikarang oleh beliau lebih utama dibandingkan dengan Sahih Bukhari. Hal ini dikarenakan ada beberapa hal yang membuat kitab Sahih Muslim lebih diutamakan antara lain:
1. Karena kebagusan susunannya yang teratur.
2. Hadits yang teriwayatkannya sejalan dan dalam satu tema dikumpulkan dalam satu tempat, tanpa memotong hadits ke dalam bab lain.
3. Hadits yang diriwayatkan hanya hadits marfu’ dan tidak meriwayatkan hadits mauquf dan muallaq.
Jika mereka mengutamakan Sahih Muslim karena beberapa hal berdasarkan syarat-syarat kesahihan hadits kami tidak sependapat. Walaupun begitu kitab Sahih Bukhori dan Muslim merupakan kitab paling sahih yang pernah ditulis oleh imam hadits. Pengarangnya telah memberikan sumbangan yang luar biasa besarnya kepada agama. Oleh karena itu kita patut bersyukur dengan menghormati mereka atas jasanya yang tidak dipungkiri lagi.
3. Imam Abu Daud
Nama lengkap beliau adalah Sulaiman bin al-Syas bin Ishak Basyir bin Syidad bin Amir al-Azdi al-Sistani, dia dilahirkan tahun 202 H wafat 275 H. Hadits yang ditulis oleh beliau tidak hanya memasukkan hadits sahih saja, akan tetapi memasukkan hadits hasan dan dla’if. Dalam kitab yang dikarang oleh beliau terkenal sebagai kitab hakim
4. Imam Tirmidzi
Beliau lahir pada malam senin 13 Rajab tahun 209 H dan wafat tahun 279H. Metode yang digunakan beliau dalam menulis hadits adalah apapun yang diamalkan oleh ahli fiqh maka oleh beliau diriwayatkan. Oleh karena itu beliau meriwayatkan hadits baik yang hasan, dloif, gorib dan muallal dengan disertai penjelasan sesuai dengan derajad haditsnya.
5. Imam Nasai
Beliau lahir pada tahun 215 H dan wafat tahun 303 H dalam kitab beliau yang bernama Sunan Nasai hampir sama dengan kitab hadits bukhori dan Muslim dengan artian yang ditulis di dalamnya adalah hadits yang sahih meskipun ada sedikit hadits yang dla’if.
6. Imam ibnu Majjah
Beliau lahir pada tahun 209 H dan wafat tahun 273 H. dari kelima kitab hadits kitab karangan beliau yang menempati urutan yang keenam. Hal ini karena ada sebagian ulama yang tidak mengikutsertakan kitab karangan Imam Ibnu Majjah ke dalam kitab hadits pokok.



V. HADITS PADA ABAD 5 H
Hadits dimasa abad kelima hijriyah hanya ada tambahan dan modifikasi kitab-kitab terdahulu. Sehingga karya-karya ulama hadits abad kelima lebih luas, simple dan sistematis. Diantara mereka adalah :
1. Abu Abdillah al-Humaidi tahun 448 H beliau mengumpulkan 2 kitab sahih sesuai urutan sanad.
2. Abu Sa’adah Mubarak bin al-‘Asyir tahun 606 H beliau mengumpulkan enam kitab hadis dengan urutan bab.
3. Nuruddin Ali al-Haitami beliau melengakapi 6 kitab dengan karangan-karangan lain ( selain kutub al-sittah ).
4. al-Suyuthi tahun 911 H beliau menulis kitab yang berjudul al-Jami al-Kabir.
VI. SIMPULAN
Dari sedikit uraian tentang prosesi penulisan hadits. Kita bisa mengambil kesimpulan bahwa ulama yang menentang penulisan hadits pada dasarnya tidak menentang secara mutlak penulisan hadits, akan tetapi lebih pada sikap kuatir akan bercampurnya hadits dengan al-Quran. Di samping itu, hadits-hadits yang kita kaji setiap hari di pondok pesantren merupakan hadits yang benar-benar datang dari Nabi. Karena tidaklah logis suatu kalimat dapat terjaga susunannya mulai dari Nabi sampai pada imam-imam hadits terkemuka.
Sudah sepantasnya kita berterima kasih kepada imam-imam hadits yang begitu susah payah dalam mengumpulkan hadits. Akan tetapi sebagai pelajar yang sedang mempelajari hadits, sudah waktunya kita kritis terhadap hadits yang kita jumpai, apakah itu kajian tentang sanad maupun matan hadits. Karena dengan begitu kita berarti telah mencoba mengkontekstualisasikan hadits, dengan harapan menghilangkan asumsi-asumsi bahwa hadits merupakan sebuah budaya yang terikat dengan ruang, waktu dan zaman yang pada akhirnya menuntut pembekuan hadits itu sendiri. Bagaimanapun juga kondisi sosial dan budaya telah mengalami perubahan sehingga diperlukan pula dinamisasi pemahaman pedoman hidup yang dalam hal ini adalah al-Quran dan hadits. Cukup sekian apa yang dapat kami sajikan kiranya ada kekurangan mohon untuk dilengkapi.

0 Response to "SEKILAS KODIFIKASI HADITS"

Posting Komentar