1. PENDAHULUAN.
Kita telah memahami pengertian tentang Ibarat (ungkapan nash), Isyarat (ma’na kelaziman nash), Dalalah (petunjuk nash), dan Iqtidla al-Nash (tuntutan/kehendak nash). Sekarang kita akan membahas pemahaman yang lebih mendalam tentang kekuatan penunjukan dalil-dalilnya serta jika terjadi kontradiksi antara keduanya. Hal ini penting mengingat bahwa, seseorang yang memutuskan hukum harus menggunakan dalil yang paling rajih (kuat).
2. PEMBAHASAN.
Menurut urutan kekuatan dalalahnya, maka keempat dalalah tersebut dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Ibarah al-Nash.
2. Isyarah al-Nash.
3. Dalalah al-Nash.
4. Iqtidla al-Nash.
Jika pengertian yang diambil dengan salah satu teori tersebut diatas bertentangan dengan pengertian lain yang diambil dengan teori yang lain, maka yang di menangkan adalah pengertian dari ungkapan bukan pengertin dari isyarat. Dan pengertian dari salah satu keduanya dimenangkan dari pengertian yang berdasarkan petunjuk (dalalah) .
واذا تعارض معني مفهوم من هذا الطرق، ومعني اخرمفهوم بطريق اخر منها رجح المفهوم من العبارة علي المفهوم من الاشارة، ورجح المفهوم من احدهما علي المفهوم من الدلالة.
1. Contoh kontradiksi antara ibarat nash (ungkapan) dan isyarat nash .
Firman Allah Swt:
كتب عليكم القصاص في القتلي . ( البقرة : 178)
ِِِِِِِِِ Di wajibkan atas kamu qishos berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. (Qs.al- Baqarah: 178).
Dengan firman Allah Swt:
ومن يقتل مؤمنا متعمدا فجزاؤه جهنم خالدا فيها. (النساء : 93)
Dan barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahannam .( Qs.al-Nisa’: 93).
Ayat pertama, ungkapannya menunjukan adanya kewajiban qishas bagi pembunuh. Sedangkan ayat kedua, menurt isyaratnya menunjukkan bahwa pembunuh dengan sengaja tidak harus menerima qishas, karena ayat tersebut menganggap cukup bahwa balasanya adalah neraka jahannam. Bila ringkasan ini dijadikan penjelasan, maka pembunuh tersebut tidak wajib menerima hukuman lain, kecuali neraka jahannam. Namun makna dari ugkapan nash harus dimenangkan daripada isyarat, maka sipembunuh itu tetap wajib dihukum qishas .
Contoh lain adalah sabda Nabi Muhammad Saw:
اقل الحيض ثلاثة ايام واكثره عشرة.
Masa haid minimal tiga hari dan maksimal sepuluh hari.
Dibandingkan dengan sabda beliau yang menjelaskan kurang sempurnanya agama seorang wanita, yang berbunyi:
تقعد احداهن شطر عمرها لا تصلي.
Separoh umur wanita itu sia-sia karena tidak shalat.
Hadis pertama, ungkapannya menunjukkan bahwa maksimal waktu haid adalah 10 hari. Sedangkan hadis kedua, secara isyarat menunjukkan bahwa maksimal waktu haid adalah 15 hari. Dari sini di ambil pengertian bahwa maksimal masa haid adalah setengah bulan untuk membuktikan pengertian setengah umurnya tidak shalat. Ketika terjadi pertentangan dari makna ungkapan nash hadis pertama dengan makna isyarat nash hadis kedua maka pemahaman dari ungkapan lebih dimenangkan, yaitu mengira-ngirakan maksimal masa haid adalah 10 hari .
2. Contoh kontradiksi antara isyarat nash dan dalalah nash.
Firman Allah Swt: ومن قتل مؤمنا خطأ فتحرير رقبةمؤمنة. (النساء:92)
…Barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (tidak sengaja),(hendaklah ) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman. (Qs. al-Nisa’92).
Dan firman Allah Swt: ومن يقتل مؤمنا متعمدا فجزاؤه جهنم. (النساء:93)
Dan barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasanya adalah neraka jahannam, kekal didalamnya…( Qs. al-Nisa’ 93).
Ayat pertama, menurut petunjuknya (dalalahnya) dapat diambil pengertian bahwa orang yang membunuh seorang mukmin secara sengaja wajib memerdekakan seorang budak mukmin. Pemahaman tersebut diambil dari: membunuh dengan sengaja itu lebih utama daripada membunuh dengan tidak sengaja dilihat dari sisi kriminalitasnya. Memerdekakan budak adalah sarana penebus dosa , maka orang yang membunuh dengan sengaja lebih utama dari pada yang tidak sengaja dalam penebusan dosanya.
Sedangkan ayat kedua, menurut isyaratnya dapat diambil pengertian bahwa Pembunuh tidak wajib memerdekakan budak, karena pada ayat tersebut telah dikatakan bahwa balasan bagi pembunuh dengan sengaja adalah kekal di neraka jahannam, tidak yang lain. Ayat tersebut juga memberikan isyarat bahwa tidak ada penebusan dosa bagi sipembunuh di dunia. Ketika terjadi pertentangan, maka yang dimenangkan yang kedua (menurut isyarat). Jadi, pembunuh dengan sengaja tidak wajib memerdekakan budak.
Ulama madzhab Syafi’i berbeda dengan ulama madzhab Hanafi, mereka lebih mendahulukan dalalah nash dari pada dalalah isyarah. Alasannya, secara kebahasaan dalalah nash mengambil kefahaman teks (maknanya memang dituju oleh syari’ (Allah)). dan ini lebih mendekati terhadap dalalah ibarah. Sedangkan dalalah isyarah difahami dari kelaziman yang jauh dari teks (mungkin itu dituju oleh syari’ dan mungkin juga tidak). Sehingga mereka berpendapat bahwa orang yang membunuh dengan sengaja tetap diwajibkan membayar kafarat (memerdekakan budak), sebagaimana diwajibkannya kafarat tersebut terhadap pembunuh yang tidak sengaja.
Ulama madzhab Hanafi memiliki argumen sendiri. Mereka lebih mendahulukan dalalah nash dari pada dalalah isyarah, karena dalalah nash diambil dari kefahaman teks (Mafhum al-Lafdhi). sedangkan dalalah isyarah difahami dari makna kelaziman teks (Manthuk al-Lafdhi). Dalalah manthuk itu lebih diprioritaskan daripada dalalah mafhum .
3. Contoh kontradiksi antara iqtidla al-nash dengan dalalah lain.
Syekh Bukhari dalam kitab Kasyful Asror mengatakan: saya tidak menemukan pertentangan antara iqtidla al-nash dengan dalalah yang lain. Karena, dalalah iqtidla itu sendiri adalah pembenaran lafad ( Tashih al-Lafdhi ), maka jika terjadi pertentangan itu hanya antara lafadh yang ditashih oleh dalalah iqtidla dengan nash yang lain. Namun bisa saja jika kita menyebutkan contohnya:
Sabda Nabi Muhammad Saw.
رفع عن امتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه.
Telah dihapus (dosa) dari ummatku karena tersalah, lupa dan hal-hal yang mereka benci.
Dan firman Allah Swt.
ومن قتل مؤمناخطأ فتحرير رقبة مؤمنة ودية مسلمة الي اهله.
Dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (tidak sengaja), hendaklah ia memerdekakan seorang hamba sahaya serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu).(Qs. al-Nisa’92).
Pada hadis diatas (lafadz pertama), menurut dalalah iqtidla orang yang berbuat sesuatu karena tersalah (tidak sengaja) diampuni dosanya. Namun pada firman Allah (lafadz kedua), menurut dalalahnya (petunjuknya) orang yang membunuh karena tersalah tetap harus memerdekakan seorang hamba sahaya dan membayar diat. Maka, jika terjadi pertentangan antara keduanya yang dimenangkan adalah yang kedua (menurut petunjuknya) yaitu, tetap terkena hukuman .
4. PENUTUP.
Dari penjelasan diatas dapat kita ketahui kekuatan teori mengambil petunjuk nash,yaitu ibarah al-nash memiliki kedudukan tertinggi dalam dalalahnya, kemudian disusul isyarah al-nash, dalalah al-nash, dan terakhir iqtidla al-nash.
0 Response to "Kontradiksi antara Ibarat, Isyarat, Dalalah, dan Iqtidla al-Nash"
Posting Komentar