KLASIFIKASI HADIST BERDASARKAN KUALITAS

I. Pembahasan
1. Hadits Shohih
 Pengertian
Ibnu Sholah mendefinisikan bahwa hadist shohih adalah hadist yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit dari orang yang memiliki kualitas serupa hingga akhir sanad serta tidak mengandung kejanggalan dan cacat .


Imam Nawawi meringkas definisi diatas menjadi; Hadist yang sanadnya bersambung antara orang-orang yang adil dan sempurna hafalannya dengan tanpa ada kejanggalan ataupun cacat .
Dari kedua definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada lima ketentuan hadist shohih, yaitu:
1. al-Musnad (bersambung sanadnya). Maksudnya tiap – tiap perawi mendengarkan langsung sanad hadits dari orang yang meriwayatkan sebelumnya. Dengan demikian mengecualikan hadist yang sanadnya tidak bersambung seperti hadist mursal, munqati’ , mu’adlal, dll.
2. Diriwayatkan oleh perawi yang adil. Adil adalah orang Islam yang sudah akil balig, berakal, memiliki agama yang kuat, berakhlak baik, tidak fasiq dan terjaga kehormatannya.
3. Masing-masing perawi merupakan orang yang dhabit (memiliki ingatan yang kuat dan pemahaman yang sempurna atas hadist yang diriwayatkan serta mampu menjaga sejak dia memperoleh hadist tersebut sampai kemudian menyampaikannya). Dhabith dibagi menjadi dua :
 Dhobith Shadri, yaitu ingatan perawi tersebut benar – benar kuat menyimpan apa yang ia dengar dalam pikirannya dan mampu mengeluarkan ingatan tersebut kapanpun diperlukan.
 Dhobith Kitabi, yaitu perawi itu kuat ingatannya berdasarkan catatannya yang dia tulis semenjak dia mendengar / menerima hadits dan mampu menjaga tulisan hadits tersebut dari kerusakan /cacat.
4. Hadist yang diriwayatkan bukan merupakan hadist yang syadz (mengandung kejanggalan). Seperti riwayat tersebut berbeda dengan riwayat yang lainnya.
5. Hadist yang diriwayatkan bebas dari illat (cacat). Yakni sifat – sifat buruk yang tersembunyi yang menyebabkan hadist tersebut cacat dalam penerimaannya.
Kelima ketentuan di atas disepakati secara mutlak oleh para Muhaditsin. Namun di samping itu ada pula beberapa ketentuan yang masih diperdebatkan, seperti syarat harus hadist Aziz sebagaimana yang dikriteriakan oleh al-Hakim Ubai Abdullah, perawi harus faqih menurut Abu Hanifah dan lain sebagainya .

 Pembagian
Hadits shohih dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
 Hadits Shohih Lidzatihi (Murni)
Yaitu hadist yang memenuhi sifat-sifat penerimaan hadist pada tingkat tertinggi, atau dengan kata lain memenuhi lima kriteria di atas secara sempurna. Contoh: لا يئمن احدكم حت يحب لاخيه ما يحب لنفسه
 Hadits Shohih Lighorihi (Tidak murni)
Yaitu hadits yang tidak memenuhi lima kriteria hadits shahih secara sempurna . Merupakan bentuk dari ketidaksempurnaan misalnya suatu hadist diriwayatkan oleh perawi yang adil namun dlabitnya tidak sempurna sehingga digolongkan dalam hadits hasan. Namun karena didukung oleh hadits lain yang semakna, dengan jalur sanad lain yang kualitasnya sama atau lebih baik maka naik menjadi hadist shahih . Contoh:
ما رواه محمد بن عمرو عن أبي سلمة عن أبي هريرة رضى الله عنه أن رسول الله قال: ﴿ لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة ﴾
( Hadist di atas jalur sanadnya melalui Muhammad bin Amr dari Abi Salamah dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW. Meskipun Muhammad bin Amr diragukan hapalannya, kekuatan ingatan dan kecerdasannya, namun karena diriwayatkan pula oleh Abi Salamah dari gurunya lagi maka termasuk kategori hadist shahih lighoirihi. Hadist ini juga diriwayatkan dari abu Hurairah oleh banyak orang, seperti al-A’raj bin Humuz dan sa’id al-Maqbari).
 Variasi Hadits Shohih
 Mutlak :Hadits yang keshahihannya dikenal oleh semua kalangan.
 Muqoyyad :Hadits yang keshahihannya dikenal oleh kalangan/kelompok bi Shohabi sahabat (ulama) tertentu.
 Muqoyyad :Hadits yang keshahihannya dikenal di wilayah/negara tertentu
bil Balad
Tingkat keshahihan hadist juga berbeda berdasarkan kota dimana hadist tersebut diriwayatkan. Jumhur Ulama sepakat bahwa hadist yang paling shahih adalah yang diriwayatkan oleh penduduk Madinah, kemudian penduduk Basrah dan kemudian penduduk Syam .
Begitu pula derajat keshahihan hadist berbeda. Menurut jumhur Ulama, tingkatan hadist yang paling shahih adalah:
01. Hadist yang diriwayatkan oleh oleh Bukhari dan Muslim
02. Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari
03. Hadist yang diriwayatkan oleh Muslim
04. Hadist yang diriwayatkan berdasarkan syarat shahih dari Bukhari dan Muslim, meskipun mereka tidak meriwayatkannya.
05. Hadist yang diriwayatkan berdasarkan syarat shahih dari Bukhari
06. Hadist yang diriwayatkan berdasarkan syarat shahih dari Muslim
07. Hadist yang dianggap shahih oleh imam-imam yang lain.

 Hukum
Hadist shahih adalah hadist yang maqbul (diterima) dan dapat dijadikan sebagai hujjah dalam penetapan hukum syari’at Islam serta wajib pula diamalkan.

 Kitab-Kitab Hadits Shahih
 Shahih Bukhari. Kitab yang disusun oleh imam Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Mughirah bin bardizbah al-Ja’fi al-Bukhari ini dikenal sebagai kitab pertama yang hanya memuat hadist shahih .
 Shahih Muslim. Kitab ini disusun oleh Hujjatul Islam Abu al-Husain Muslim ibn Hujjaj al-Qasyiri al-Naisaburi.
 Dll
2. Hadits Hasan
 Pengertian
Teriminologi hadist hasan masih terjadi perbedaan di kalangan ulama hadits. Hal itu mengingat posisinya yang berada di tengah-tengah antara shahîh dan dla’îf. Juga dikarenakan sebagian mereka ada yang hanya mendefinisikan salah satu dari dua bagiannya saja .
Menurut kami, definisi yang paling komprehensif adalah sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Hajar, yaitu “ Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil namun tidak sempurna kekuatan hafalannya/dhabith serta tidak terdapat kejanggalan dan cacat di dalamnya” . Jadi menurut Ibn Hajar hadist hasan adalah hadits shahîh yang kurang pada daya ingat/hafalan perawinya.
Istilah hadist hasan pertama kali dipopulerkan oleh Imam Abu ‘Isa at-Tirmidzi melalui kitabnya Jami’ at-Tirmidzi. Bahkan Imam Taqiyuddin ibn Taimiyah berkomentar bahwa at-Turmudzi adalah orang yang pertama kali mengklasifikasikan hadist ke dalam kategori shohih, hasan dan dhoif .

 Pembagian
 Hadits Hasan Lidzatihi
Yaitu hadist hasan sebagaimana definisi di atas. Dinamakan dengan hasan lidzatihi, karena sifat hasanan muncul secara independen. Hadist hasan ini dengan sendirinya telah mencapai tingkatan shahih dalam berbagai persyaratannya, namun nilainya masih di bawah hadist shahih berdasarkan ingatan para perawinya . Contoh :
ما رواه محمد بن عمرو عن أبي سلمة عن أبي هريرة رضى الله عنه أن رسول الله قال: ﴿ لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة ﴾
( Hadist di atas jalur sanadnya melalui Muhammad bin Amr dari Abi Salamah dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW. Karena Muhammad bin Amr diragukan hapalannya, kekuatan ingatan dan kecerdasannya, maka hadist ini terkategori hasan lidztihi. )
Pada dasarnya kriteria hadist hasan lidzatihi sama persis dengan shahih lighoirihi. Perbedaan diantara keduanya adalah bila shahih lighoirihi ada syarat harus didukung oleh hadits lain yang semakna, dengan jalur sanad lain yang kualitasnya sama atau lebih baik, sedangkan hasan lidztihi tidak disyaratkan seperti itu.
 Hadits hasan Lighoirihi
Yaitu hadist yang dalam sanadnya terdapat orang yang tidak diketahui keadaannya dan tidak bisa dipastikan ahli atau tidaknya. Namun ia bukanlah orang ceroboh yang banyak berbuat salah dan tidak pula dituduh berbuat dusta, serta matannya didukung oleh mutabi atau syahid .
Pada asalnya hadist hasan lighoirihi adalah hadist dhoif yang kemudian meningkat derajatnya menjadi hadits hasan karena didukung oleh hadits lain yang memiliki jalur sanad lain yang semakna dan kualitasnya sama/lebih baik. Dinamakan dengan hasan lighoirihi karena sifat hasannya muncul dari luar (tidak independent), yaitu beragamnya jalur sanad.
Dengan demikian, ada perbedaan mendasar antara hadist hasan lidztihi dan hasan lighoirihi. Perbedaannya adalah bila hasan lidzatihi telah memenuhi kriteria sanadnya bersambung, perawinya adil namun dhzbitnya tidak sempurna serta tidak ada syzdz dan ‘illat, maka dalam hasan lighoirihi kriteria-kriteria di atas ada yang tidak terpenuhi .

 Hukum
Hadist hasan mempunyai derajat yang sama dengan hadist shahih dalam segi kehujjahannya, sekalipun dari sisi kekuatannya berada di bawah hadits shahih. Oleh karena itu, semua ahli fiqih menjadikannya sebagai hujjah dan mengamalkannya. Mayoritas ulama hadits dan Ushul juga menjadikannya sebagai hujjah, kecuali pendapat yang aneh dari ulama-ulama yang dikenal keras (al-Mutasyaddidûn). Sementara ulama yang dikenal lebih longgar (al-Mutasâhilûn) malah mencantumkannya ke dalam jenis hadits shahîh, seperti al-Hâkim, Ibn Hibbân dan Ibn Khuzaimah namun disertai komentar bahwa ia di bawah kualitas shahih seperti yang telah dijelaskan sebelumnya .

 Hadits Yang Shahîh Sanadnya” Atau “Hasan Sanadnya”
Ungkapan ahli hadist, “Ini adalah hadits yang shahih sanadnya” maksudnya adalah tingkatnya di bawah kualitas hadits Shahih. Sedangkan ungkapan, “Ini adalah hadits yang hasan sanadnya” maksudnya di bawah kualitas hadits hasan, karena bisa jadi hadist tersebut shahih atau hasan sanadnya tanpa matan (redaksi/teks)nya akibat adanya syudzûdz atau ‘illat (penyakit/alasan yang mencederai bobot suatu hadits).
Apabila ada ungkapan, “Ini adalah hadits Shahih,” maka berarti telah terjamin hadist tersebut memenuhi ke-lima syarat keshahihan. Sedangkan bila dikomentarkan dengan, “Ini adalah hadits yang shahih sanadnya,” maka artinya hadist tersebut terjamin telah memenuhi tiga syarat keshahihan, yaitu: sanad bersambung, keadilan si periwayat dan kekuatan daya ingat/hafalan (dhabith)-nya, sedangkan ketiadaan syudzûdz atau ‘illat pada hadits itu, belum terjamin karena perawi belum mengecek kedua hal itu lebih lanjut.
Akan tetapi, bila seorang Hâfizh (penghafal banyak hadits) yang dipegang ucapannya hanya menyatakan, “Ini adalah hadits yang shahih sanadnya,” tanpa menyebutkan ‘illat, maka secara eksplisit berarti matannya juga shahîh, sebab asal ucapannya adalah bahwa tidak ada ‘illat di situ dan juga tidak ada syudzûdz .

 Makna Ungkapan “Hadits Hasan Shahîh”
Kadang – kadang para ahli hadits menyebut suatu hadits dengan dua kriteria/ sebutan, yaitu hadits hasan shohih. Secara implisit, ungkapan seperti ini agak membingungkan sebab hadits hasan kurang derajatnya dari hadits shahîh, jadi bagaimana bisa digabung antara keduanya padahal derajatnya berbeda?. Ulama berbeda pendapat dalam menyikapi hal tersebut, namun yang paling mendekati kebenaran adalah seperti yang disampaikan oleh Ibn Hajar. Maksud dari ungkapan tersebut adalah bahwa hadits tersebut bersifat shohih menurut jalur tertentu dan hasan menurut jalur lainnya .
 Jika suatu hadits itu memiliki dua sanad (jalur transmisi/mata rantai periwayatan) atau lebih, maka maknanya adalah “Ia adalah hasan bila ditinjau dari satu sisi sanad dan shahîh bila ditinjau dari sisi sanad yang lain.”
 Bila ia hanya memiliki satu sanad saja, maka maknanya adalah “hasan menurut sekelompok ulama dan Shahîh menurut sekelompok ulama yang lain.”
Selain itu, perlu diperhatikan perbedaan mendasar diantara keduanya agar tidak terjadi kerancuan antara hadist shahih dan hasan. Perbedaan itu ialah bahwa sifat adil pada perawi hadist shahih disandang oleh orang yang benar-benar kuat ingatannya, sedangkan pada hadist hasan oleh orang yang tidak begitu kuat ingatannya, namun keduanya sama-sama bebas dari syadz ataupun illat .

 Kitab-Kitab Hadits Hasan
Para ulama belum ada yang mengarang kitab secara terpisah (tersendiri) yang hanya memuat hadits hasan sebagaimana hadits shahîh, akan tetapi ada beberapa kitab yang di dalamnya banyak ditemukan hadits hasan. Di antaranya:
 Kitab Jâmi’ at-Turmudzy atau yang lebih dikenal dengan Sunan at-Turmudzy. Buku ini juga sekaligus merupakan induk dalam mengenal hadits Hasan.
 Kitab Sunan Abi Dâ`ûd.
 Kitab Sunan ad-Dâruquthny.

3. Hadits Dhoif
 Pengertian
Hadist dhoif ialah hadist yang tidak memenuhi kriteria hadist shahih dan hasan sebagaimana penjelasan di atas. Ada juga yang mendefinisikan dengan hadist yang tidak memenuhi persyaratan sebagai hadist maqbul. Perbedaan di atas hanya bersifat redaksional, sedang substansi dari kedua pengertian tersebut adalah sama .
 Pembagian
Hadist dhaif sangat bervariasi, dan pembagiannya tidak sesederhana hadist shahih maupun hadist hasan. Hal tersebut karena kemungkinan kekurangan persyaratan shahih dan hasan juga sangat beragam. Oleh karena itu, ada ulama ahli hadist yang membagi hadist dhaif menjadi 42 macam, 63, 81 bahkan ada yang sampai 129 macam .
Sebab kedhaifan suatu hadist dapat disebabkan oleh sanad, yaitu terputusnya sanad. Terputusnya sanad dapat terjadi baik pada tingkat Sahabat, Tabi’in, maupun tingkat sesudahnya. Begitu pula baik terputus hanya satu tingkat ataupun lebih.
 Dari segi keterputusan sanad, hadist dhaif terbagi menjadi:
 Hadist mursal : yaitu hadist yang diriwayatkan oleh Tabi’in langsung dari Nabi SAW, dengan tanpa menyebutkan Sahabat. Disebut mursal karena perawinya melepas hadist begitu saja tanpa mengikatnya dengan Sahabat yang menerima langsung dari Rasulullah.
 Hadist Munqathi’ : yaitu hadist yang salah satu rawinya gugur tidak pada Sahabat, tetapi bisa terjadi pada perawi yang di tengah atau di akhir.
 Hadist Mu’dlal : yaitu hadist yang dua orang rawi atau lebih hilang secara berurutan dalam rangkaian sanad.
 Hadist Mudallas : yaitu hadist yang perawinya meriwayatkan hadist tersebut dari orang yang sezaman dengannya, tetapi tidak menerimanya secara langsung dari orang tersebut. Hadist mudallas terbagi menjadi dua:
a. Tadlis Isnad: Adalah hadist yang disampaikan oleh seorang perawi dari orang yang semasa dengannya dan ia betemu sendiri dengan orang itu, namun ia tidak mendengar langsung hadist tersebut darinya. Misalnya perkataan Ali bin Khasiram: “ Kami sedang berada di dekat Sofyan ibn ‘Uyainah dan ia berkata bahwa az-Zuhri berkata demikian”. Ketika Sofyan ditanya apakah mendengar itu dari az-Zuhri secara langsung, Sofyan menjawab bahwa yang menyampaikan kepadanya adalah Abd. Razak yang menerima dari Ma’mar dari az-Zuhri. Jadi Sofyan hidup semasa dengan az-Zuhri dan perrnah bertemu dengannya, tetapi ia tidak mengambil hadist dari az-Zuhri secara langsung melainkan mengutipnya dari Abd. Razaq. Sedangkan Abd. Razaq menerimanya dari Ma’mar dan Ma’mar meriwayatkan dari az-Zuhri.
b. Tadlis Syuyukh: Yaitu tadlis yang memberikan sifat kepada perawi dengan sifat-sifat yang lebih dari kenyataan, atau memberinya nama dengan kunyah (julukan) dengan maksud menyamarkan masalahnya. Contoh:
“ Seseorang mengatakan; orang yang sangat alim dan teguh pendirian bercerita kepadaku, atau penghafal yang sangat kuat hafalannya berkata kepadaku”.
 Hadist Mu’allal : adalah hadist yang kelihatannya terbebas dari cacat, akan tetapi sebenarnya memiliki cacat yang tersembunyi baik pada sanad maupun matannya atau juga pada keduanya. Untuk menemukan illat (cacat) hadist ini membutuhkan pengetahuan yang luas, ingatan yang kuat dan pemahaman yang cermat. Sebab ‘ilat itu sendiri tidak tampak, bahkan bagi orang-orang yang menekuni ilmu hadist .
 Sedangkan dari segi yang lain, hadits dhaif terbagi menjadi:
 Hadits Mudo’af : yaitu hadits yang diperselisihkan oleh para ahli hadits mengenai kuat atau lemahnya sanad dan matannya. Hadits ini adalah hadits yang paling tinggi tingkatan do’ifnya. Ibn Jauzi adalah ulama yang pertama kali menggunakan terminologi ini .
 Hadits Mudharab: adalah hadits yang diriwayatkan oleh beberapa orang yang masing-masing mempunyai periwayatan yang berbeda-berbeda dan tidak mungkin mengunggulkan satu riwayat atas riwayat yang lainnya. Idtirab (kekacauan) kebanyakan terjadi pada sanad dan sangat sedikit sekali yang terjadi pada matan. Contoh hadits yang kacau sanadnya adalah hadits Abu Bakar. Ia bertanya kepada Nabi SAW: “Ya Rasulullah, aku melihat sikap anda berubah?”. Rasulullah menjawab: “Surat Hud dan semisalnya telah membuatku berubah”.
Menurut ad-Daruqutni, hadits di atas mudharab, karena hanya diriwayatkan oleh Abu Ishaq saja, dan diriwayatkan dengan sepuluh cara yang berbeda. Ada yang meriwayatkan secara mursal, muttasil, ada yang menganggapnya dari musnad Abu Bakar, musnad Sa’ad, dan ada yang menganggapnya dari musnad Aisyah. Mengunggulkan salah satu perawi dengan mengalahkan perawi-perawi yang lain adalah hal yang tidak mungkin karena ketsiqohannya, sedangkan mengumpulkannya juga terlalu sulit .
 Hadits Maqlub : hadist yang terjadi pembalikan baik pada sanad, nama periwayat maupun matannya. Maksudnya perawi mendahulukan apa yang seharusnya diakhirkan dan mengakhirkan apa yang seharusnya didahulukan serta meletakkan sesuatu di tempat yang lain. Contoh maqlub pada matan adalah hadist yang diriwayatkan oleh imam Muslim:
ما رواه مسلم فى سبعة اللذين يظلهم الله في ظله يوم لا ظل إلا ظله: ( ورجل تصدق بصدقة أخفاها, حتى لا تعلم يمينه ما تنفق شماله )
Sedangkan dalam dua kitab shahih, matan hadist di atas disampaikan dengan redaksi yang berbeda, yaitu ﴿ . . . .حتى لا تعلم شماله ما تنفق يمينه ﴾
 Hadist Syadz : hadist yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang tsiqah (terpercaya), tetapi riwayatnya menyalahi riwayat mayoritas perawi yang tsiqah pula. Dengan kata lain, hadist tersebut diriwayatkan oleh orang yang dapat diterima namun berlawanan dengan orang yang lebih utama daripadanya.
 Hadist Munkar : hadist yang diriwayatkan oleh orang yang lemah periwayatannya serta berbeda dengan riwayat yang tsiqah. Perlu dicatat bahwa hadist ini adalah perbandingan dari hadist ma’ruf (hadist yang diriwayatkan oleh perawi tsiqah dan berlawanan dengan perawi yang dhaif).
 Hadist Matruk : hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang suka berdusta, nyata kefasikannya dan pelupa atau ragu dalam periwayatan.


 Hukum
Secara umum, jumhur ulama sepakat bahwa hadist dhaif tidak dapat dijadikan sebagai hujjah untuk diamalkan. Namun demikian, terdapat tiga golongan dengan tiga pendapat yang saling berbeda.
 Menolak sama sekali hadist dhaif, baik yang menyangkut hukum-hukum syariat (halal dan haram), targhib wa tarhib (motivasi dan kecaman), fadhail al-amal (keutamaan ibadah) dan lain sebagainya. Ulama yang menganut pendapat ini diantaranya ialah: Yahya bin Ma’in, Abu Bakar bin al’arabi, Bukhari dan Muslim.
 Menerima dan mengamalkan kehujjahan hadist dhaif secara mutlak, bila tidak ditemukan hadist lain yang lebih baik kualiasnya. Hadist dhaif yang dimaksud dalam hal ini adalah yang tidak berat kedhaifannya, misalnya hadist mursal. Diantara ulama yang berpendapat seperti ini adalah: Ahmad bin Hambal dan Imam Abu Daud.
 Menerima dan mengamalkan kehujjahan hadist dhaif dalam masalah targhib dan tarhib, mawa’idz (nasehat-nasehat) dan fadhail al-amal serta sejenisnya. Akan tetapi tidak menerima bila dijadikan sebagai hujjah hukum syariat dan akidah. Pendapat ini dianut oleh mayoritas ulama, baik dari kalangan muhaditsin maupun fuqaha. Hadist dhaif yang mereka terima adalah yang memenuhi persyaratan:
 Kedhaifannya tidak terlalu berat.
 Isinya tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat
 Hukum yang dikandung termasuk dalam prinsip umum yang ditetapkan oleh al-Quran dan hadist shahih.
 Dalam pengamalannya, tidak boleh diyakini bahwa Nabi benar-benar telah melaksanakan atau menyebabkannya, melainkan hanya untuk lebih berhati-hati atau untuk kesempurnaan amal.


Daftar Pustaka
as-Shalih,Subhi. 1995. Ulum al-Hadist wa Musthalahuhu. Lebanon: Dar al-Ilm li al-Malayin
as-Shalih,Subhi. 1997. Membahas Ilmu-ilmu Hadist,Terj. Jakarta: Pustaka Rizqi Putra
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1997. Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve.
Hasbi, Muhammad Ash Shiddieqy. 1999. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist. Jakarta: Pustaka Rizki Putra.
Hasyim, Muhammad Umar. Qawaid Ushul al-Hadist. tt, Beirut: Dar al-Fikr
Jamaluddin, Muhammad al-Qasimi. Qawaid al-Tahdist. tt, Beirut: Dar al-Kitab al-Alamiyah
Kurdi,Muhammad eL-Byzant. 23 Juli 2005. Membedah Diskursus Studi Kritik Hadist. http://www.myquran.org/forum/showthread.php
‘Ujaj, Muhammad Khatib. 1989. Ushul al-Hadist. Beirut: Dar al-Fikr
Zahrah, Abu. tt. Al-Hadist wa al-Muhadditsun. Lebanon: Dar al-Fikr al-Arabiyah


1 Response to "KLASIFIKASI HADIST BERDASARKAN KUALITAS"

  1. Unknown says:
    17 September 2012 pukul 02.49

    mantap kawan,kunjungi balik di www.elhaq-pos.blogspot.com

Posting Komentar