KHALIFAH USMAN BIN AFFAN

Beliau adalah sahabat yang sangat berjasa pada periode-periode awal pengembangan Islam, Ia dijuluki juga dengan Zu an-Nurain (memiliki dua cahaya) karena ia menikah dengan dua orang putri Nabi Muhammad SAW yang bernama Ruqayah dan Umi Kalsum. Sebelum masuk Islam, Usman bin Affan dikenal sebagai pedagang besar dan terpandang kekayaannya. Ia memeluk Islam atas ajakan Abu Bakar as-Siddiq.

Setelah memeluk Islam, dengan penuh kerelaan ia menyerahkan sebagian besar hartanya bagi kepentingan perjuangan Islam. Pada saat terjadi perang tabuk melawan kerajaan Byzantium, Rasulullah SAW sebagai kepala pemerintahan dan panglima pasukan merasa kekurangan dan makanan untuk mempertahankan diri dari serangan pasukan musuh. Masalah ini dikemukakan oleh Muhammad SAW ke hadapan para sahabatnya. Hal ini ditanggapi serius oleh para sahabat. Abu Bakar as-Siddiq menyumbangkan hartanya sejumlah 4.000 dinar, Umar bin Khattab menyumbangkan setengah hartanya, sementara Usman bin Affan menanggung sepertiga pembiayaan dan dana perang.

2. Pengangkatan Khalifah
Usman bin Affan dibaiat menjadi khalifah pada malam Selasa, akhir Dzulhijjah 23 H. jabatan khalifah dimulai dari bulan Muharram 24 H./ 7 November 644 M. sedikit catatan, tahun tersebut dinamakan dengan ‘Aam ar-Ru’aaf (tahun mimisan) karena saat itu banyak orang yang menderita penyakit mimisan. Saat itu Usman bin Affan sudah berusia 70 tahun (hitungan Hijriah) atau 68 tahun (hitungan Masehi). Sebelum meninggal, Khalifah kedua berwasiat, bahwa siapapun yang nanti menjadi khalifah sesudahnya tidak boleh memutasikan pejabat-pejabat yang telah beliau tetapkan selama 1 tahun. Setelah dibaiat Usman bin Affan berceramah di hadapan kaum muslimin. Yang pertama kali dilakukannya setelah itu adalah duduk di samping masjid dan memanggil Ubaidillah bin Umar bin Khattab yang yang telah membunuh Hurmuzan . Saat itu, Ali bin Abi Thalib dan golongan Anshar sepakat bahwa Ubaidillah harus dihukum mati. Tetapi Usman bin Affan membayar diyat untuknya dan mengatakan bahwa ia adalah walinya. Pengangkatan Usman bin Affan menjadi khalifah berlangsung secara baik setelah diadakan musyawarah di antara panitia enam yang ditunjuk oleh umar bin Khattab menjelang beliau akan meninggal dunia (termasuk di dalamnya Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib) di rumah Abdurrahman bin Auf. Agar dalam bermusyawarah tidak terjadi draw, maka putranya yaitu Abdullah bin Umar diminta ikut bermusyawarah dengan syarat tidak boleh dipilih sebagai khalifah. Dalam pemilihan tersebut Usman mendapat suara lebih banyak, yaitu 3 suara untuk Ali dan 4 suara untuk Usman. Pelantikannya dilangsungkan pada hari ketiga setelah wafatnya Umar bin Khattab.

3. Masa Pemerintahan
Awal pemerintahan Usman diwarnai dengan suasana yang kurang kondusif, masyarakat terpecah menjadi dua kelompok: pendukung Ali dan pendukung Usman. Mayoritas pendukung Usman sebenarnya mempunyai kepentingan dengan dukungan mereka, bukan memberi penghargaan tetapi lebih karena ingin menyatukan keinginan masing-masing.
Dalam menjalankan tugas kepemimpinannya Usman banyak menghadapi masalah politik yang cukup gawat yang tidak terelakkan hingga mengakibatkan terbunuhnya beliau. Pemerintahannya berlangsung dalam dua periode, yaitu periode 6 tahun pertama dan periode 6 tahun kedua. Periode 6 tahun pertama ditandai berbagai keberhasilan dan kejayaan, tapi masa enam tahun kedua kelemahan-kelemahan pribadinya mulai nampak, sebagai akibat dari sifat beliau yang lemah lembut yang dijadikan alat oleh keluarga terdekatnya untuk merongrong kepemimpinan khalifah. periode 6 tahun kedua juga ditandai dengan perpecahan yang tergambar dalam berbagai pergolakan dan pemberontakan dalam negeri. Perjalanan roda pemerintahan tahun-tahun pertama dilaksanakan oleh Usman bin Affan sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditempuh oleh pendahulunya. Usman tetap mengukuhkan gubernur untuk wilayah Mesir, Syam (Suriah), dan Irak yang di dalamnya termasuk daerah-daerah Azerbaijan, Armenia dan beberapa daerah lain yang berpusat di kota Kufah, dan Iran yang di dalamnya tercakup daerah Khurasan dengan Basra sebagai pusat pemerintahannya. Gubernur-gubernur itu adalah Amr bin As, Muawiyah bin Abi Sufyan, dan Abu Musa al-Asy’ari. Setelah satu tahun berlalu, selanjutnya iapun mengubah kebijaksanaannya dengan memutasikan hampir semua pejabat yang telah dikukuhkan sebelumnya. Adapun pejabat baru yang diangkat untuk menggantikan pejabat lama, kecuali yang tersebut di atas, berasal dari kaum keluarganya, Bani Umayah. Kebijaksanaan ini mengantarkan Usman bin Affan ke suatu posisi yang tidak menguntungkan, baik bagi dirinya maupun bagi kepentingan pemerintahan Islam. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masanya tidak ada kegiatan-kegiatan yang penting. Usman berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid, dan memperluas Masjid Nabawi dan Masjid al-Haram. Di masa pemerintahan Usman (644-656 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini.

4. Perluasan Dan Pengelolaan Wilayah
Pada masa khalifah Usman, Islam banyak menaklukkan daerah baru. Mereka merebut Cyprus dari Byzantium yang akhirnya mengusir mereka dari Mediterania timur dan di Afrika utara pasukan mencapai Tripoli yang sekarang menjadi Libya. Di timur, pasukan muslim merebut sebagian besar Armenia, menyusup ke Kaukasus dan membangun kekuasaan Muslim sampai di sungai Oxus di Iran, Heart di Afghanistan, dan Sind di anak benua India.
Serangkaian penaklukan bangsa Arab secara popular dipahami sebagai tindakan yang dimotivasi oleh semangat keagamaan untuk menjadikan dunia mengakui Islam dan hasrat terhadap harta rampasan perang . Secara kronologis, penaklukan-penaklukan Arab sepanjang periode Khulafa’ al-Rasyidun setelah wafatnya Rasul (632 M) sampai dengan akhir pemerintahan Usman (655 M), sebagai berikut:
632-633 Kematian Muhammad SAW menimbulkan perang riddah,
633 Hirah, kota Sasani yang dibentengi dengan sungai Eufrat, direbut
634 Kekuatan Byzantium dikalahkan di Syria selatan
635 Damaskus direbut, disusul beberapa kota Syria lainnya
636 Perang Yarmuk, dekat sungai Yordan, menghancurkan pasukan Byzantium, Syria dibuka, damaskus direbut kembali.
637 Perang Qadisiyah, dekat Hirah, menghancurkan tentara sasani yang dikomando oleh jendral utama Rustam. Irak sebelah barat Tigris dibuka. Ibu kota sasani Ctesiphon direbut. Yarusalem direbut. Basrah, Kufah didirikan sebagai kota-kota garnisum.
640 Caesaria (pelabuhan laut Pelestina) akhirnya direbut. Kekuatan Byzantium di Syria tidak tersisa. Mesir diserbu (berakhir tahun 639). Khuzistan direbut.
641 Mosul direbut. Kekuatan sasani tidak tersisa di sebelah barat pegunungan Zagrozi. Perang Nihavand di Zagros. Babilon di Mesir direbut.
642 Iskandariyah direbut. Barqah (Tripolitania) disergap (642-643). Penyergapan-penyergapan kea rah pantai makran, Iran tenggara (643).
645-646 Iskandariyah direbut kembali oleh Byzantium, lalu direbut kembali oleh kaum muslimin.
± 645- Kaum muslimin terlibat pembangunan armada dari Mesir dan Syria. Kekuatan pasukan laut kaum muslimin di mulai.
± 648 Tripolitania direbut.
649 Cyprus direbut, pengoprasian laut muslim penting pertama.
649-650 Persepolis direbut. Kota utama Fars dan pusat religius Zoroastrian direbut.
651 Yazdagrid, raja terakhir Sasani dibunuh di Khurasan.
652 Sebagian besar Armenia ditundukkan. Armada Byzantium diusir dari Iskandariyah. Sisilia dijarah. Perjanjian damai dengan Nubia, sebelah selatan Mesir dibuat.
654 Rhodes dikuasai.
655 Armada gabungan muslim memporakporandakan armada utama Byzantium di pantai laut Anatolia.


5. Beberapa Kebijakan Usman Bin Affan
1. Renovasi Masjid al-Haram Mekah (26 H.)
Masjid al-Haram sebelum direnovasi memiliki halaman di sekeliling ka’bah yang dipergunakan untuk melaksanakan thawaf. Pada masa Nabi SAW dan Abu Bakar r.a. di sana belum terdapat dinding, sekitar ka’bah dipenuhi rumah-rumah. Di antara rumah-rumah tersebut terdapat beberapa pintu yang bisa dimasuki dari setiap penjuru. Pada saat Umar menjabat khalifah, umat Islam yang mengunjungi Ka’bah semakin banyak. Ia pun mengambil inisiatif untuk membeli rumah-rumah penduduk yang terdapat di sekitar Baitullah lalu dirobohkan dan memperluas halaman, masjid dikelilingi tembok batu-bata setinggi kira-kira 1,5 meter, di atas dinding-dinding tersebut diletakkannya lampu-lampu untuk penerangan. Selanjutnya, khalifah Usman bin Affan melanjutkan pembangunan dan perluasan Masjid al-Haram dengan membeli tempat- tempat di sekitar Ka’bah dan memperindahnya dengan kain kiswah sutra yang berasal dari Mesir.

2. Renovasi Masjid Nabawi (29 H.)
Sejak dari masa Nabi Muhammad SAW sampai masa khalifah Umar bin Khattab, Masjid Nabawi terus mengalami renovasi. Tahun 7 H. masjid masjid mulai diperbaiki dan diperluas menjadi 35 x 30 meter, dengan 3 buah pintu. Pada masa khalifah umar, (17 H.) bagian selatan dan bagian barat ditambah 5 meter dan dibuatkan mihrab, bagian utara ditambah 15 meter. Pintu masuknya menjadi 6. Pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 29 H.,Usman bin Affan secara besar-besaran merombaknya, temboknya diganti dengan batu-batu dan dihiasi ukiran dari perak, tihang-tihangya dari beton bertulang dan ditatah dengan ukiran, plafonnya dari kayu jati dan unsur estetis mulai diperhatikan. pembangunan dilaksanakan selama 10 bulan. Ada satu hal menarik yang patut kita cermati. Sebelum pembangunan dimulai, Usman bin Affan terlebih dahulu akan mengajak kaum muslimin untuk bermusyawarah mengenai hal tersebut. Tetapi Marwan bin Hakam (orang kepercayaan khalifah & kerabatnya) berkata; “ini adalah hal yang sangat baik, maka untuk apa anda mengajak musyawarah kaum muslimin untuk hal yang sudah jelas maslahatnya”. Namun, Usman bin Affan tidak menerima saran Marwan dan tetap melaksanakan musyawarah.


3. Penertiban Bacaan Al-Quran (30 H./ 651 M)
Pada masa khalifah Usman muncul perbedaan cukup tajam tentang bacaan Al-Quran. Perbedaan itu, sebagaimana dilaporkan oleh Khuzaifah bin Yaman, seorang pimpinan perang di Armenia dan Azarbaijan, cenderung mengarah pada permusuhan di kalangan umat islam. Kekhawatiran akan munculnya perselisihan lebih tajam mengilhami Usman bin Affan untuk menertibkan bacaan Al-Quran, Usman meminta kepada Hafsah, istri Nabi SAW, untuk menyerahkan Mushaf yang ditu;is pada masa Abu Bakar, lalu beliau menyuruh beberapa penulis wahyu seperti Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’ad bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits untuk menertibkan bacaan Al-Quran tersebut.
Setelah proses penertiban selesai, Usman mengembalikan Mushaf yang asli kepada Hafsah dan mengirimkankan salinan Mushaf yang sudah ditertibkan bacaannya ke Mekah, Syam, Basrah, Kufah, Yaman, Bahrain, dan Madinah. Penulisan Mushaf Usmani sepeti yang kita lihat seperti sekarang ini berakhir pada tahun 25 H. perlu ditegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Usman bukanlah penulisan atau pengumpulan bacaan Al-Quran, karena penulisannya telah selesai pada zaman Nabi SAW dan pengumpulannya ke dalam satu Mushaf selesai pada masa Abu Bakar. Tetapi penertiban bacaan Al-Quran untuk menghindari perselisihan pendapat di kalangan umat Islam.
Selain dari kebijakan-kebijakan yang disebutkan di atas, masih banyak lagi kebijakan-kebijakan khalifah Usman bin Affan yang tidak bisa saya bahas dalam makalah ini.

6. Atmosfer Pendidikan di Era Usman
Kegiatan pendidikan pada era Usman bin Affan masih berjalan seperti yang telah dilakukan oleh khalifah sebelumnya. Hasil pendidikan yang dilaksanakan oleh para sahabat menghasilkan Ulama Tabi’in. pada era Khalifah Umar para sahabat Rasul tidak diperkenankan keluar dari Madinah, sedang pada masa Usman larangan tersebut tidak berlaku lagi. Sikap Usman ini dalam segi politik sebenarnya kurang tepat, sebab menimbulkan hal-hal yang sangat merugikan seperti yang dialami oleh Usman sendiri. Di antara para sahabat yang tinggal di luar Madinah mendapat kehormatan dan dimuliakan oleh penduduk setempat. Selanjutnya menghidupkan rasa simpatik yang berlebihan yang akhirnya menimbulkan fanatisme kepemimpinan. Namun dari segi pendidikan keputusan Usman itu sangat menguntungkan. Di daerah, mereka memberikan ilmu-ilmu yang pernah diterima dari Rasulullah.
Perluasan dan pengembangan materi pelajaran memperoleh pengaruh yang cukup kuat dari kondisi budaya daerah. Pengaruh ini sangat bermanfaat untuk memperkuat argumentasi aqidah agama dan menghapuskan hal-hal yang menyimpang dari ajaran agama Islam. Akan tetapi kerugiannya ketika budaya daerah itu lebih mendominasi yang akibatnya memberi jalan bagi masuknya khurafat dan cerita-cerita israiliyat ke dalam ajaran agama Islam.
Usaha konkrit yang dilakukan Usman terhadap kegiatan pendidikan Islam dapat dikatakan tidak ada. Mungkin Usman menganggap bahwa usaha dan kegiatan pendidikan sebelumnya sudah memadai dan memenuhi kebutuhan umat. Jika umat merasa kurang puas terhadap pendidikan agamanya mereka pasti akan memintanya. Hal ini nyata terjadi ketika terjadi perselisihan bacaan Al-Quran.

7. Sistim Nepotisme dan Dampaknya
Pergantian Umar dengan Usman dapat diartikan pergantian keradikalan dan kekerasan dengan kelonggaran, kelemahan dan sikap ragu-ragu. Akibatnya banyak kaum muslimin yang meninggalkan Usman. Kesetiaan para pejabat banyak berkurang, sehingga sedikit sekali orang yang dapat dijamin kesetiaannya, kecuali dari kerabatnya sendiri. oleh sebab itu banyak pejabat yang dipecat dan diganti dengan sanak kerabatnya. Pada saat itulah oleh lawan-lawan politiknya ia dituduh telah melakukan nepotisme (sistem famili). Ia juga dituduh menggunakan uang negara secara tidak patut, menghina sahabat dan menyalah gunakan wewenang. Atas semua tuduhan ini Usman mengatakan bahwa ia tidak mengambil apapun dari kekayaan negara, apa yang diberikan kepada kerabatnya adalah dari harta pribadinya.
Pada kenyataannya khalifah Usman bin Affan mengangkat sepupu-sepupunya pada jabatan-jabatan penting, baik di pusat maupun di daerah-daerah. Marwan ibn al-Hakam (nantinya menjadi awal kelahiran dinasti Marwaniyah) menjadi sekretaris negara, mengukuhkan kedudukan Muawiyah yang diangkat menjadi gubernur Syria (kelak menjadi pendiri Dinasti Umayah), mengangkat Abdullah bin Sa’ad bin Ash menjadi gubernur di Mesir menggantikan Amr bin Ash, mengangkat Abdullah bin Amir menjadi gubernur di Basrah, dan mengangkat Sa’ad bin Ash menjadi gubernur di Kufah. Dari fakta-fakta tersebut memang cukup logis bila Usman dituduh nepotis. Namun apakah Usman tidak punya alasan untuk membantah tuduhan ini? apakah benar ia tidak mengangkat orang lain selain dari Bani Umayah? Perlu dicatat bahwa pada era Usman yang menjadi kepala Baitul Mal adalah Zaid bin Tsabit.
Pengangkatan beberapa pejabat yang berasal dari kaum keluarganya telah menimbulkan reaksi negative dari beberapa masyarakat di beberapa wilayah. Reaksi tersebut tak dapat dibendung khalifah dan pemerintahan pusat di Madinah. Satu hal yang belum pernah terjadi pada masa dua khalifah sebelumnya adalah Usman bin Affan lebih banyak dipengaruhi oleh kaum keluarganya. Khusunya Marwan bin Hakam yang diangkatnya sebagai sekretaris Negara.

8. Masa Disintegrasi dan Wafatnya Usman bin Affan
Sejak diangkat sebagai semacam menteri sekretaris Negara yang mengepalai ad-Dawawin (beberapa dewan), pengaruh Marwan bin Hakam terhadap kebijaksanaan khalifah makin lama makin besar. Pada akhirnya dialah yang menjadi motor penggerak dan pemegang kekuasaan. Sebagai akibat dari kepercayaan besar yang diberikan khalifah kepada Marwan, muncullah kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintahan yang didominasi oleh rasa kekeluargaan. Kenyataan ini tampak pada pengangkatan keluarga sendiri untuk menduduki jabatan tinggi di setiap wilayah serta pengawasan yang longgar terhadap sikap hidup mewah di kalangan para keluarga Marwan bin Hakam dan keluarga Khalifah sendiri. Hal ini melahirkan jurang pemisah yang dalam antara orang kaya dan orang miskin dalam masyarakat muslim.
Kebijaksanaan seperti itu melahirkan berbagai reaksi dalam masyarakat. Pada awalnya reaksi tersebut hanya dalam bentuk-bentuk pembicaraan-pembicaraan sekelompok masyarakat yang merasa tidak puas. Akhirnya, reaksi ketidaksenangan terhadap pemerintahan Usman bin Affan menjadi nyata dan berkobar di setiap daerah. Kondisi ini cocok sekali untuk propagandanya Abdullah bin Saba untuk melawan Usman. Rasa tidak suka terhadap Usman terus menjalar. Di Kufah dan Basrah rakyat bangkit menentang gubernur yang diangkat oleh khalifah. Di Mesir, hasutan Abdullah bin Saba’ lebih hebat lagi dengan mendakwahkan hak Ali sebagai khalifah yang sah. Ali mempunyai banyak pengikut di Mesir, sahabat Thalhah dan Zubeir mempunyai pengaruh yang besar di Basrah dan Kufah. Di Mesir kaum pemberontak berhasil mengusir gubernurnya, selanjutnya mereka berangkat menuju Madinah. Di perjalanan kaum pemberontak di Basrah dan Kufah bergabung dengan mereka. Wakil-wakil pemberontak menyampaikan keluhan-keluhan mereka kepada khalifah.
Adapun reaksi yang bersifat terbuka bermula di Irak pada tahun 30 H. reaksi ditujukan kepada panglima Walid bin Uqbah, gubernur wilayah Irak, Azerbaijan, dan Armenia. Sebagaimana di Irak, di Madinah juga timbul pergolakan sebagai akibat munculnya pemberitaan bahwa khalifah Usman mundur dari kursi pemerintahan dan akan digantikan oleh Marwan bin Hakam. Berita ini menimbulkan reaksi dan tanggapan kurang senang dari setiap wilayah, sehingga muncullah suasana yang tak terkendalikan, kecuali diwilayah suriah yang diperintah oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Pada tahun 35 H berangkatlah sekitar 500 orang dari Mesir menuju Mekah dengan dalih menunaikan ibadah haji. Adapun tujuan yang sebenarnya adalah mengepung pusat pemerintahan dan memaksa Khalifah untuk melepaskan jabatannya. Beriringan dengan rombongan tersebut, berangkat pula sebuah gerakan dari kufah dengan jumlah anggota yang sama pula. Tujuan kedua rombongan ini sama dengan rombongan mesir, yakni penyerangan terhadap Khalifah. Keadaan yang semacam ini memaksa Usman bin Affan untuk mengambil tindakan keras. Akan tetapi, tindakan Usman tersebut mendapatkan perlawanan dari pihak pemberontak. Rombongan dari Mesir mendapat dukungan sebagian masyarakat muslim yang datang dari Kufah dan Basrah. Tuntutan pemberontak yang datang dari Mesir di bawah pimpinan Muhammad bin Abu Bakar as-Siddiq membuat keadaan tidak menentu. Mereka menuntut Khalifah untuk menyerahkan Marwan bin Hakam atau Khalifah menyatakan diri mundur dari jabatannya. Satu tuntutanpun tidak mendapat tanggapan dari Khalifah. Pada hari keempat pengepungan pusat pemerintahan itu terjadilah suatu peristiwa dan tragedi yang memilukan di dalam sejarah Islam. Usman bin Affan terbunuh oleh al-Ghafiqi salah seorang pasukan pemberontak yang datang dari Mesir.

B. PERIODE PEMERINTAHAN ALI BIN ABI TALIB
(Mekah, 603 - Kufah, 20 Ramadhan 40 H/24 Januari 660).

1. Ali Bin Abi Talib
Ali terkenal sebagai panglima perang yang gagah perkasa. Ia turut serta pada hampir semua peperangan yang terjadi di masa Nabi SAW dan selalu menjadi andalan pada barisan terdepan. Ia juga dikenal cerdas dan menguasai banyak masalah keagamaan secara mendalam, sebagaimana tergambar dalam sabda Nabi SAW, “Aku kota ilmu pengetahuan sedang Ali pintu gerbangnya.” Ketika Rasulullah SAW wafat, Ali menunggui jenazahnya dan mengurus pemakamannya. Setelah Abu Bakar terpilih menjadi khalifah pengganti Nabi SAW dalam mengurus negara dan umat Islam, Ali tidak segera membaiatnya. Ia baru membaiatnya beberapa bulan kemudian. Pada akhir masa pemerintahan Umar bin Khattab, Ali termasuk salah seorang yang ditunjuk menjadi anggota Majlis asy-Syura, suatu forum yang membicarakan soal penggantian khalifah. Forum ini beranggotakan enam orang. Kelima orang lainnya adalah Usman bin Affan, Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqas, dan Abdurrahman bin Auf. Hasil musyawarah menentukan Usman bin Affan sebagai khalifah pengganti Umar bin Khattab.

2. Sikap Ali bin Abi Thalib Terhadap Khalifah Usman bin Affan
Pada masa pemerintahan Usman bin Affan, Ali banyak mengeritik kebijaksanaannya yang dinilai terlalu memperhatikan kepentingan keluarganya (nepotisme). Ali menasihatinya agar bersikap tegas terhadap kaum kerabatnya yang melakukan penyelewengan dengan mengatasnamakan dirinya. Namun, semua nasihat itu tidak diindahkannya. Akibatnya, terjadilah suatu peristiwa berdarah yang berakhir dengan terbunuhnya Usman bin Affan.
Kritik Ali terhadap Usman antara lain menyangkut Ubaidillah bin Umar, yang menurut Ali harus dihukum hadd (beberapa jenis hukuman dalam fiqh) sehubungan dengan pembunuhan yang dilakukan terhadap hurmuzan. Usman juga dinilai keliru ketika ia tidak melakukan hukuman cambuk terhadap Walid bin Uqbah yang kedapatan mabuk. Cara Usman memberi hukuman kepada Abu Zarrah juga tidak disetujui Ali. Usman meminta bantuan kepada Ali ketika ia sudah dalam keadaan terdesak akibat protes dan huru-hara yang dilancarkan oleh orang-orang yang tidak setuju kepadanya. Sebenarnya, ketika rumah Usman dikepung oleh kaum pemberontak, Ali memerintahkan kedua putranya, Hasan dan Husain, untuk membela Usman. Akan tetapi pemberontak berjumlah besar dan sudah kalap, Usman tidak dapat diselamatkan.

3. Pengangkatan Khalifah Ali bin Abi Thalib
Setelah terbunuhnya Usman, kaum muslimin meminta kesediaan Ali untuk dibaiat menjadi khalifah. Mendengar permintaan rakyat banyak itu, Ali berkata, “Urusan ini bukan urusan kalian. Ini adalah perkara yang teramat penting, urusan tokoh-tokoh ahl asy-Syura bersama para pejuang perang badr. Dalam suasana yang masih kacau, akhirnya Ali dibaiat. Pembaiatan dimulai oleh sahabat-sahabat besar, yaitu Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqas, dan para sahabat lainnya. Mereka diikuti oleh rakyat banyak. Pembaiatan dilakukan pada tanggal 25 Zulhujjah 33 H. di Masjid Madinah seperti pembaiatan para khalifah pendahulunya.

4. Langkah-Langkah Politik Khalifah Ali
Setelah dibaiat, Ali mengambil langkah-langkah politik, yaitu:
1) memecat para pejabat yang diangkat Usman, termasuk di dalamnya beberapa gubernur, dan menunjuk penggantinya.
2) Mengambil tanah yang telah dibagikan Usman kepada keluarga dan kaum kerabatnya tanpa alasan yang benar.
3) Memberikan tunjangan kepada kaum muslimin yang diambil dari baitulmal, seperti yang pernah dilakukan Abu Bakar. Pemberian dilakukan secara merata.
4) Mengatur tata laksana pemerintahan untuk mengembalikan kepentingan umat.
5) Meninggalkan kota Madinah dan menjadikan Kufah sebagai pusat pemerintahan.

5. Fitnah Pertama dan Pecahnya Perang Saudara
Ali adalah pilihan terbaik. Dia tumbuh dalam rumah tangga Nabi dan diilhami ide-ide yang dikembangkan Muhammad SAW. Walaupun dekat dengan Nabi, kepemimpinan Ali tidak diterima semua orang. Ali didukung anshar Madinah, orang-orang Mekah yang menolak kebangkitan Umayyah, dan kaum muslim yang masih menjalani kehidupan tradisional nomaden, terutama yang ada di Irak tempat kota garnisun Kufah, tempat di mana kubu Ali berada. Tetapi tragedi pembunuhan Usman menjadi peristiwa yang mengejutkan dan menyebabkan perang saudara selama lima tahun yang dikenal sebagai fitnah pertama dalam Islam.
Masa pemerintahan Ali diwarnai berbagai pemberontakan. Pertama dilakukan oleh Talhah, Zubair dan Aisyah binti Abu Bakar. Untuk melawan Ali, ketiga orang itu meminta bantuan tentara dari Basra dan Kufah. Di kedua kota ini terdapat banyak pendukung Usman.
Mendengar rencana Talhah, Zubair, dan Aisyah, Ali segera mempersiapkan pasukannya dan menyusul mereka ke Basrah. Sesampai di sana Ali tidak segera menyerang, tetapi berupaya untuk berdamai dengan mereka. Dia mengirim surat kepada Talhah dan Zubair agar mereka mau berunding, tetapi ajakannya itu menemui kegagalan dan pertempuran dahsyat tidak dapat dielakkan. Pertempuran itu dikenal dengan “perang jamal (unta)” karena dalam pertempuran itu Aisyah mengendarai unta. Pertempuran ini berhasil dimenangkan Ali. Zubair dan Talhah terbunuh. Adapun Aisyah, sebagai penghormatan kepada Ummul Mukminiin itu, dikirim kembali ke Madinah.
Pemberontakan kedua datang dari kelompok Mu’awiyah bin Abu Sufyan, kerabat dekat Usman yang diangkat menjadi gubernur Damaskus pada masa Usman. Ketika Ali terpilih menjadi khalifah, Mu’awiyah tidak membaiatnya, ia menyatakan diri membangkang dengan alasan menuntut bela atas kematian Usman.
Menghadapi pemberontakan Mu’awiyah, Ali dan pasukannya segera meninggalkan Kufah menuju Syam (kini Suriah). Mendengar kedatangan Ali dengan pasukannya, Mu’awiyah dan pasukannya bersiap-siap menghadang di luar kota. Kedua pasukan itu bertemu di suatu tempat yang bernama Siffin. Sebelum terjadi pertempuran, Ali menawarkan penyelesaian damai, tetapi Mu’awiyah menolak. Lalu berkobarlah peperangan.
Pemberontakan ketiga datang dari aliran Khawarij, yang semula merupakan bagian dari pasukan Ali dalam menumpas pemberontakan Mu’awiyah, tetapi keluar dari barisan Ali karena tidak setuju atas sikap Ali yang menerima tawaran damai. Karena itu mereka disebut “Khawarij” orang-orang yang keluar. Kelompok Khawarij menyingkir ke Harurah, sebuah desa dekat Kufah. Mereka mengangkat Syibis bin Rub’it at-Tamimi sebagai panglima perang dan Abdullah bin Wahhab ar-Rasibi sebagai pemimpin keagamaan. Di Harurah mereka segera menyusun kekuatan untuk menggempur Ali dan orang-orang yang menyetujui tahkim.
Posisi Ali menjadi serba sulit. Di satu pihak, ia ingin menghancurkan Mu’awiyah yang semakin kuat di Syam. Di pihak lain, kekuatan akan menjadi sangat berbahaya jika tidak segera ditumpas. Akhirnya Ali mengambil keputusan untuk menumpas kekuatan Khawarij terlebih dahulu, baru kemudian menyerang Syam. Tetapi tercurahnya perhatian Ali untuk menghancurkan kelompok Khawarij dimanfaatkan Mu’awiyah untuk merebut Mesir. Pertempuran sengit antara pasukan Ali dan Khawarij terjadi di Nahrawan (sebelah timur Bagdad) dan berakhir dengan kemenangan di pihak Ali. Kelompok Khawarij berhasil dihancurkan, hanya sebagian kecil yang dapat meloloskan diri. Pemimpin mereka ikut terbunuh.

6. Wafatnya Ali bin Abi Thalib.
Sejak kaum Khawarij berhasil dikalahkan, mereka menjadi lebih radikal. Secara diam-diam Khawarij merencanakan untuk membunuh tiga orang yang dianggap sebagai biang keladi perpecahan umat, yaitu Ali, Mu’awiyah, dan Amr bin Ash. Pembunuhnya ditugaskan tiga orang, yaitu; Abdur Rahman bin Muljam ditugaskan membunuh Ali, Barak bin Abdullah at-Tamimi ditugaskan membunuh Mu’awiyah di Syam, dan Amr bin Bakar at-Tamimi ditugaskan membunuh Amr bin Ash di Mesir. Hanya Ibnu Muljam yang berhasil menunaikan tugasnya. Ia menusuk Ali dengan pedangnya ketika Ali akan shalat subuh di Masjid Kufah. Ali menghembuskan napas terakhir setelah memegang tampuk pimpinan sebagai khalifah selama kurang lebih 4 tahun.













BAB III. PENUTUP
Simpulan
Dari fakta-fakta sejarah yang terjadi pada masa pemerintahan periode Usman bin Affan dan Ali bin Abi thalib, dapat kita simpulkan beberapa hal tentang situasi sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan sebagaimana dijelaskan berikut ini:

a. Sosial.
 Hubungan antara kaum muslimin saat itu kurang harmonis
 Banyak pejabat yang menumpuk kekayaan untuk dirinya sendiri sehingga menimbulkan kecemburuan sosial.

b. Politik
 Setelah wafatnya Umar bin Khattab kaum muslimin terpecah menjadi dua kelompok, pendukung Ali dan pendukung Usman
 Sebagian pendukung Usman adalah karena ada beberapa kepentingan
 Hampir semua jabatan penting dipegang oleh kerabat Usman bin Affan
 Pada 6 tahun pertama pemerintahan Usman bin Affan berjalan aman , tetapi pada periode 6 tahun kedua timbul kekacauan.
 Terbunuhnya Usman melatarbelakangi timbulnya perang saudara.
 Situasi umat Islam pada masa pemerintahan Usman dan Ali jauh berbeda dengan situasi pada masa dua khalifah sebelum mereka. Usman bin Affan menjadi khalifah saat berusia 70 tahun sehingga sangat lemah lembut dan kurang tegas. Ali bin Abi Thalib terlalu banyak menghadapi pemberontakan internal.

c. Ekonomi
 Bisnis perdagangan umat Islam semakin luas jangkauannya setelah dibangun Armada laut pada era Usman.
 Pertanian dan perkebunan menjadi lebih subur setelah dibangunnya bendungan dan saluran-saluran air.

d. Budaya
 Bentuk masjid mulai lebih diperindah terutama masjid Nabawi dan al-Haram.
 Seiring dengan semakin luasnya daerah yang ditaklukkan maka model-model pakaian, bahasa, adat istiadat daerah, bahasa yang bermacam-macam mulai dikenal oleh umat Islam.

Selain dari apa yang disimpulkan di atas masih banyak lagi yang belum disebutkan. Namun secara keseluruhan situasi sosial, politik, ekonomi dan budaya pada masa khalifah dan Ali sedikit berbeda dengan masa dua khalifah sebelumnya.
Demikianlah makalah ini saya sampaikan, mohon maaf apabila terdapat kekeliruan redaksi atau informasi.
DAFTAR PUSTAKA


- A. Sirry, Mun’im. Sejarah Fiqh Islam, Cet. Pertama, Juli 1975
- An-Nadawi, Abul Hasan Kehidupan Nabi Muhammad SAW. &Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib R.A. CV. Asy Syifa-Semarang.Cet. kedua. November 1992.
- Armstrong, Karen. Islam, A Short History, Ikon Teralitera. Cet. Keempat,2004
- Ridla, Muhammad, (Dzu an-Nurain Utsman bin Affan al-Khalifah ats-Tsalits, Beirut. Cet. Kedua, 1982)
- Sodiqin, Ali Dkk. Sejarah Peradaban Islam, dari masa klasik hingga modern, IAIN Sunan Kalijaga, jur. SPI, Fak. Adab & LESFI Yogyakarta. Cet. Pertama, 2003, 65
- Soekarno Drs. H. & Supardi, Drs. Ahmad, Sejarah & filsafat Pendidikan islam, Angkasa Bandung,1985
- Yatim, Badri Dr. M.A.. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, LSIK & PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, Cet. 14,Juni 2003

0 Response to "KHALIFAH USMAN BIN AFFAN"

Posting Komentar