IMAM ASY-SYAFI'I

I. Pendahuluan
Berbagai gerakan ilmiah dalam Islam sudah berkembang pada kurun abad pertama dan kedua H, ia mendapat kelegalan dalam lingkup kebebasan berfikir, politik dan sosial yang luas. Islam memberi kebebasan berbicara sebagaimana memberikan kebebasan pada akal dan jiwa. Islam juga memberikan dorongan penuh ilmu dan pemikiran. Banyaknya gerakan ilmiah dengan corak dan warnanya melahirkan alternatif dan solusi atas berbagai problematika yang timbul sesudahnya. Syafii telah menggagas pemikiran yang kemudian menimbulkan banyak perselisihan yang terus melebar, tidak hanya dalam ide dan gagasan saja, akan tetapi juga mengarah kepada hal-hal yang pokok (ushuly) dan cara berfikir.


Ketika kebebasan ilmiah dan pemikiran mencapai puncak kebebasannya, muncullah ketidakstabilan dan kerancuan dalam diri umat. Berbagai reaksi muncul, dari pengakuan hingga penolakan. Syafii terkenal dengan kemoderatannya dan sangat Ilmiyah, beliau salah satu ulama yang menjadikan metode ilmiah yang komprehensif sebagai alat penuntun dalam menghadapi fenomena kebebasan berfikir pada masa itu.

II. Bahasan
A. Sejarah singkat Imam Syafii
Nama lengkap beliau adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris. Beliau dilahirkan di kota Ghazzah (Ghaza) pada tahun 150 H. Ayah beliau meninggal ketika Syafii masih bayi, sehingga beliau hanya dipelihara oleh ibunya yang berasal dari Qabilah Azad dari Yaman. Waktu kecil Imam Syafii hidup dalam kemiskinan dan penderitaan sebagai anak yatim dalam “dekapan” ibunnya . Oleh karena itu ibunya berpendapat agar sebaiknya beliau (yang ketika itu masih kecil) dipindahkan saja ke Makkah (untuk hidup bersama keluarga beliau disana). Maka ketika berusia 2 tahun beliau dibawa ibundanya pindah ke Makkah.

B. Guru-guru dan sahabat-sahabatnya.
Imam Syafii mengambil banyak ilmu dari para ulama diberbagai zamannya. Diantaranya di Makkah, Madinah, Kuffah, Basrah, Yaman Syam, dan Mesir. Diantara guru-gurunya adalah: Guru-guru Imam Syafi'i di Irak adalah Waqi' bin Jarrah al-Kufi, Abu Usamah Hammad bin Usamah al-Kufi, Ismail bin aliyah al-Bashri, Abdul Wahhab bin Abdul Majid al-Bashri. Sedangkan guru Imam Syafi'i di Madinah di antaranya adalah : Malik bin Anas, Ibrahim bin Saad al-Anshori, Abdul Aziz bin Muhammad al-Dawardi, Ibrahim bin Yahya al-Usami, Muhammad bin Said din Abi Fadyak dan Abdullah bin Nafi' al-Shaigh. Di antara guru Imam Syafi'i di Yaman adalah : Muthrrof bin Mazin, Hisyam bin Yusuf (hakim San'a) Umar bin Abi Maslamah (murid al-Auza'iy) Yahya bin Hasan (murid al-Laits bin Sa'ad).

C. Pendidikan Imam Syafii
Imam syafii mulai pendidikannya dengan menghafal Qur'an di Hijaz Makkah, kemudian beliau pergi ketempat bani Hudail dengan tujuan belajar kepada mereka yang terkenal kefasihannya dalam bahasa arab dan mahir syair-syairnya selama 17 tahun. Beliau juga pernah mendapatkan nasehat dari dua orang ulama, yaitu Muslim bin Khalid az-Zanji mufti kota Mekkah, dan al-Husain bin ‘Ali bin Yazid agar mendalami ilmu fiqih, maka beliau pun tersentuh untuk mendalaminya dan mulailah beliau melakukan pengembaraannya mencari ilmu. Beliau belajar fikih di Mekkah, seperti Muslim bin Khalid, Dawud bin Abdurrahman al-‘Athar, Muhammad bin Ali bin Syafi’ yang masih terhitung paman jauhnya Sufyan bin ‘Uyainah sedangkan belajar hadits pada Abdurrahman bin Abu Bakar al-Maliki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin ‘Iyadh, dan lain-lain. Di Mekkah ini, beliau mempelajari ilmu fiqih, hadits, lughoh, dan Muwaththa’ Imam Malik. Kemudian beliau melanjutkan belajar ke Madinah untuk mengambil untuk ilmu dari para ulamanya terlebih lagi di sana ada Imam Malik bin Anas, penyusun kitab al-Muwaththa’ hingga Imam Malik meninggal. Setelah kembali ke Mekkah, beliau kemudian melanjutkan mencari ilmu ke Yaman. , dilanjutkan ke baghdad dan kembali lagi ke Madinah.
D. Keadaan Ekonomi Imam Syafii
Keluarga Imam Syafii adalah keluarga miskin karena beliau lahir dalam keadaan ayahnya sudah meninggal ketika beliau masih didalam kandungan sehingga beliau hidup dalam keaadaan yatim sampai-sampai ibunya tidak bisa membayar upah kepada guru ngajinya. Namun karena kecerdaasan beliau akhirnya gurunya rela untuk tidak dibayar sepersenpun.

E. Keadaan Politik Imam Syafii
Ketika Imam Syafii di Yaman, nama beliau menjadi tenar karena kegigihannya menegakkan keadilan, sampai-sampai terdengar telinga penduduk Mekkah. Lalu, orang-orang yang tidak senang mengadukannya kepada Khalifah Harun ar-Rasyid, Mereka menuduhnya hendak mengobarkan pemberontakan bersama orang-orang dari kalangan Alawiyah.
Sebagaimana dalam sejarah, Imam Syafi‘i hidup pada masa-masa awal pemerintahan Bani ‘Abbasiyah yang berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayyah. Pada masa itu, setiap khalifah dari Bani ‘Abbasiyah hampir selalu menghadapi pemberontakan orang-orang dari kalangan ‘Alawiyah. Kenyataan ini membuat mereka bersikap sangat kejam dalam memadamkan pemberontakan orang-orang ‘Alawiyah yang sebenarnya masih saudara mereka sebagai sesama Bani Hasyim. Dan hal itu menggoreskan rasa sedih yang mendalam pada kaum muslimin secara umum dan pada diri Imam Syafi‘i secara khusus. Dia melihat orang-orang dari Ahlu Bait Nabi menghadapi musibah yang mengenaskan dari penguasa. Maka berbeda dengan sikap ahli fiqih selainnya, beliau pun menampakkan secara terang-terangan rasa cintanya kepada mereka tanpa rasa takut sedikitpun, suatu sikap yang saat itu akan membuat pemiliknya merasakan kehidupan yang sangat sulit.
Sikap seperti itu membuatnya dituduh sebagai orang yang bersikap tasyayyu‘, padahal sikapnya sama sekali berbeda dengan tasysyu’ model orang-orang syi‘ah, bahkan Imam Syafi‘i menolak keras sikap tasysyu’ model mereka itu yang meyakini ketidakabsahan keimaman Abu Bakar, Umar, serta ‘Utsman , dan hanya meyakini keimaman Ali, serta meyakini kemaksuman para imam mereka. Sedangkan kecintaan beliau kepada Ahlu Bait adalah kecintaan yang didasari oleh perintah-perintah yang terdapat dalam Alquran maupun hadits-hadits shahih. Dan kecintaan beliau itu ternyata tidaklah lantas membuatnya dianggap oleh orang-orang syiah sebagai ahli fiqih madzhab mereka.

F. Paradigma dan Karakteristik Fiqih Syafii
Imam asy-Syafi'i menyusun Ushul (pokok-pokok utama) yang dijadikan acuan di dalam fiqihnya dan kaidah-kaidah yang dikomitmeninya di dalam ijtihadnya. Ushul tersebut ia terapkan dalam fiqihnya. Ia merupakan Ushul amaliah bukan teoritis. Yang lebih jelas lagi dapat dibaca pada kitabnya al-Umm di mana beliau menyebutkan hukum berikut dalil-dalilnya, kemudian menjelaskan aspek pendalilan dengan dalil, kaidah-kaidah ijtihad dan pokok-pokok penggalian dalil yang dipakai di dalam menggalinya.
Metode Ijtihad yang digunakan Imam Syafii, Pertama, ia merujuk kepada Qur'an. Kalau seandainya didalam al Quran tidak ditemukan, ia merujuk kepada as-Sunnah bahkan sampai pada penerimaan khabar Ahad yang diriwayatkan oleh periwayat tunggal namun ia seorang yang Tsiqah (dapat dipercaya) pada diennya, dikenal sebagai orang yang jujur dan tersohor dengan kuat hafalan. Syafi'i menilai bahwa Sunnah dan al-Qur'an menjadi landasan pokok, sehingga ia tidak mungkin melihat hanya pada al-Qur'an saja tanpa melihat lagi pada as-Sunnah yang menjelaskannya. Al-Qur'an membawa hukum-hukum yang bersifat umum dan kaidah Kulliyyah (bersifat menyeluruh) sedangkan as-Sunnah lah yang menafsirkan hal itu. As-Sunnah pula lah yang mengkhususkan makna umum pada al-Qur'an, mengikat makna Muthlaq-nya atau menjelaskan makna globalnya.
Untuk berhujjah dengan as-Sunnah, Syafi'i hanya mensyaratkan bersambungnya sanad dan keshahihannya. Bila sudah seperti itu maka ia shahih menurutnya dan menjadi hujjahnya. Ia tidak mensyaratkan harus tidak bertentangan dengan amalan Ahli Madinah untuk menerima suatu hadits sebagaimana yang disyaratkan gurunya, Imam Malik, atau hadits tersebut harus masyhur dan periwayatnya tidak melakukan hal yang bertolak belakang dengannya. Dengan demikian Imam asy-Syafi'i berada di garda terdepan dalam membela as-Sunnah, menegakkan dalil atas keshahihan berhujjah dengan hadits Ahad. Pembelaannya inilah yang merupakan faktor semakin melejitnya popularitas dan kedudukannya di sisi Ahli Hadits sehingga mereka menjulukinya sebagai Naashir as-Sunnah (Pembela as-Sunnah)
Barangkali faktor utama kenapa Syafi'i lebih banyak berpegang kepada hadits ketimbang Imam Abu Hanifah bahkan menerima hadits Ahad bilamana syarat-syaratnya terpenuhi adalah karena ia hafal hadits dan amat memahami 'illat-'illat-nya di mana ia tidak menerima darinya kecuali yang memang valid menurutnya. Bisa jadi hadits-hadits yang menurutnya shahih, menurut Abu Hanifah dan para sahabatnya tidak demikian.
Setelah merujuk al-Qur'an dan as-Sunnah, Syafi'i menjadikan ijma' sebagai dalil berikutnya bila menurutnya tidak ada yang bertentangan dengannya, kemudian baru Qiyas tetapi dengan syarat terdapat asalnya dari al-Qur'an dan Sunnah. Singkatnya metode yang digunakan Imam Syafii sebagai berikut:
Ijtihad dengan Nash: a. Al-Quran
b. As-Sunnah
c. Ijma'
d. Qoul Para sahabat
Ijtihad tanpa Nash menggunakan Qiyas.
G. Penyebaran madzhab syafii
Penyebar-luasan pemikiran Mazhab Syafi'i banyak dipengaruhi oleh kekuasaan kekhalifahan. Pokok pikiran dan prinsip dasar Mazhab Syafi'i terutama disebar-luaskan dan dikembangkan oleh para muridnya. Murid-murid utama Imam Syafi'i di Mesir, yang menyebar-luaskan dan mengembangkan Mazhab Syafi'i pada awalnya adalah:
• Yusuf bin Yahya al-Buwaiti (w. 846)
• Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 878)
• Ar-Rabi bin Sulaiman al-Marawi (w. 884)
Imam Ahmad bin Hanbal yang terkenal sebagai ulama hadits terkemuka dan pendiri fiqh Mazhab Hambali, juga pernah belajar Imam Syafi'i. Selain itu, masih banyak ulama-ulama yang terkemudian yang mengikuti dan turut menyebarkan Mazhab Syafi'i, antara lain: Imam Abu Hasan al Asy'ari, Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Turmudzi, Imam Ibnu Majjah, Imam Tabari, Imam Nawawi, Imam Nasai. Imam Baihaqi, Imam Ibnu Hajar al Asqolani, Imam Abu DaudImam As-Suyuti, Imam Ibnu Katsir, Imam Dhahabi dan Imam Al Hakim.
Imam Syafi'i terkenal sebagai perumus pertama metodologi hukum Islam. Ushul fiqh (atau metodologi hukum Islam) tidak dikenal pada masa Nabi dan sahabat, melainkan ilmu ini baru lahir setelah Imam Syafi'i menulis Ar-Risalah. Mazhab Syafi'i umumnya dianggap sebagai mazhab yang paling konservatif diantara mazhab-mazhab fiqh Sunni lainnya, dimana berbagai ilmu keislaman telah berkembang berkat dorongan metodologi hukum Islam dari para pendukung mazhab ini.
Karena metodologinya yang sistematis dan tingginya tingkat ketelitian yang dituntut oleh Mazhab Syafi'i, terdapat banyak sekali ulama dan penguasa di dunia Islam yang menjadi pendukung setia mazhab ini. Di antara mereka bahkan ada pula yang menjadi pakar terhadap keseluruhan mazhab-mazhab Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah di bidang mereka masing-masing. Saat ini, Mazhab Syafi'i diperkirakan diikuti oleh 28% umat Islam sedunia, dan merupakan mazhab terbesar kedua dalam hal jumlah pengikut setelah Mazhab Hanafi. Hingga saat ini Madzhab ini sangat terkenal di Indonesia
III. Simpulan
Begitu agung dan mulia seseorang yang telah diberi kecerdasan dan kegigihan dalam berfikir walaupun toh seperti Imam syafii yang waktu kecil hidup dalam keadaan yatim tapi mempunyai semangat yang tinggi untuk mencari ilmu sampai saat ini madzhabnya berkembang diseluruh dunia bahkan mayoritas bangsa Indonesia menganut madzhab beliau,tapi meskipun demikian sebagai seorang tokoh pasti tidak selamanya seratus persen sempurna pasti ada celah-celahnya.

Referensi:

o Asy-Syafi'i; Malaamih Wa Atsar Fi Dzikra Wafaatih karya Ahmad Tamam
o I'tiqaad A`immah as-Salaf Ahl al-Hadits karya Dr.Muhammad 'Abdurrahman al-Khumais
o Mawsuu'ah al-Mawrid al-Hadiitsah
o Al-Imam asy-Syafi'i Syaa'iran karya Muhammad Khumais
o Diiwaan al-Imam asy-Syafi'i, terbitan al-Hai`ah al-Mishriiyyah Li al-Kitaab Qiyaam asy-Syafi'i (Thariqul Islam)
o Manhaj Aqidah Imam asy-Syafi'i karya Dr.Muhammad al-'Aqil, penerbit: Pustaka Imam asy-Syafi'i
o Ahmaad Asyirbashi, Al Aimmah Arba'ah

0 Response to "IMAM ASY-SYAFI'I"

Posting Komentar