IBNU ARABI

PENDAHULUAN
Ibnu Arabi adalah seorang figur yang sampai saat ini pemikiran-pemikiran filsafat sufistiknya selalu menarik untuk di perbincangkan. Sebab semenjak masa hidupnya hingga kini tidak ada satupun kata sepakat untuk menilai pemikiran tersebut. Pemicu utama kontroversinya ditandai dengan munculnya doktrin wahdatul wujud, sebuah pemikiran mengenai otentisitas Islam (tauhid) yang problematis. Selain mengundang kekaguman pemikiran tersebut juga menyulut reaksi ketidaksetujuan. Namun sejauh mana kontroversi pemikiran Ibnu Arabi ? Tentunya ini sebuah pertanyaan yang harus di jawab dengan membaca karya-karyanya, agar tidak terjebak apologis yang tak berdasar.


Berangkat dari fenomena inilah, disini penulis mencoba sedikit menyajikan beberapa buah pemikiran Ibnu Arabi, walaupun tentunya masih sangat jauh dari kesan padat dan berbobot kami berharap, paling tidak bisa menjadikan suntikan motivasi bagi kita untuk mempelajari lebih dalam karya beliau khususnya, dan karya-karya ulama sufi yang lain pada umumnya yang diakui maupun tidak, sampai dengan saat ini masih terkesan sangat sakral.

PEMBAHASAN
Biografi Singkat
Nama lengkap Ibnu Arabi adalah Abu Bakar Ibnu ‘Ali Muhyidin al Hatimi al Tha’i al Andalusi. Beliau lahir di Murcia, Andalusia (Spanyol) Tenggara pada 17 Ramadhan 560 H atau bertepatan dengan 7 Agustus 1165 M. Selain Ibnu Arabi juga terkenal dengan julukan Syaikhul Akbar dan Ibnu Suraqah. Pendidikanya di awali dari Murcia kemudian melanjutkan ke Lisabon selama lebih kurang 30 tahun, lalu berguru kepada Ibnu Rusyd di Cordoba, kemudian berkelana ke Tunisia, Fez, Maroko Mekkah, Mesir, Jerussalem, Hejaz, Asia Kecil dan Akhirnya menetap di Damascus, Syiria hingga akhir hayatnya pada 28 Rabi’ul Tsani 638 H/ 16 November1240 M.
Di antara ulama yang pernah menjadi guru beliau selain Ibnu Rusyd adalah Ibnu Safi al Lakhmi, Abu Muhammad ibnu Abdullah ibn Al Arabi paman beliau, Ibn Qasim at Tamimi al fasi, Abu Hasan Yahya ibn as Sa’igh yang sudah mencapai tingkatan Materi Api Merah (Kibrit Ahmar), Zahir ibn Rustam al Isfahani, Yunus ibn Yahya al Abbasi seorang syarif keturunan Ibnu Abbas paman Rasulullah
Pada saat melakukan ibadah haji di Mekkah tepatnya setelah bertemu dengan seorang wanita Persia bernama Nizam yang sangat cantik dan pandai, beliau menyusun karya pertamanya Tarjuman al Asywaq. sebagai ekspresi rasa kagum dan rindunya kepada wanita itu. Ibnu Arabi temasuk ulama sufi yang sangat produktif, dalam Literary History of Persia di sebutkan karyanya tidak kurang dari 289 buah yang paling terkenal adalah Futuhat al Makiyyah dan Fusus al Hikam .
Pemikiran Tentang Ketuhanan
Pemikiran-pemikiran yang di sampaikan Ibnu Arabi sebagaian besar berakar pada intuisi mistiknya sendiri yang pada dasarnya mencakup semua permasalahan filsafat, namun yang paling menonojol adalah konsep wahdatul wujud yaitu faham tentang wujud Allah dan Alam. menurut beliau wujud pada hakikatnya hanyalah satu yaitu wujud Allah yang mutlak (wujud al mutlak) dan universal (wujud al kulli) yang merupakan puncak dari semua yang ada. Pengertian wujud dan kemutlakanya itu tidak definitif namun bisa berarti wujud bi al ma'na masdhari (wujud sebagai sesuatu yang ada atau hidup) . Sedangkan kemutlakan wujud itu sendiri mencakup empat macam pengertian :
a. Mutlak dalam artian tidak terbatas pada bentuk tertentu melainkan pada semua bentuk.
b. Mutlak dalam arti bukan wujud dalam semua bentuk melainkan wujud yang mentransendensikan semua bentuk.
c. Mutlak dalam arti bukan sebagai suatu penyebab atau 'ilat , ini disebut sebagai wujud yang menghidupkan diri sendiri dan mutlak bebas.
d. Mutlak dalam arti realitas dari segala realitas (haqiqat al haqaiq).
Selain itu beliau sering menyebut wujud mutlak sebagai kebutaan, titik diakritik, pusat lingkaran, atau metafor-metafor yang sulit di fahami. Karenanya banyak kalangan awam yang sulit memahami apa yang beliau maksud dengan wujud adalah satu dan merupakan kesatuan yang mutlak. Dalam kitabnya fusus al-hakim, ia menyatakan: kalaulah bukan karena penetrasi Tuhan, dengan melalui bentuknya di dalam semua eksistensinya, maka dunia ini tidak mungkin ada, persis seperti kalaulah itu bukan karena realitas-realitas universal yang dapat dipahami (al haqaiq al-ma'qulat al-kuliyah) tentang obyek-obyek yang eksternal.
Jadi menurut Ibnu Arabi semua yang kita ketahui hanya mempunyai eksistensi terbatas dan ini tidak dapat berasal dari dirinya sendiri. Karenanya, harus ada eksistensi absolut yang menjadi sumber dari semua eksistensi terbatas. Dan eksistensi absolut itu tidak lain adalah Tuhan. Wujud dan eksistensi itu mempunyai pengertian yang berbeda satu sama lain. Eksistensi adalah spesies dari wujud. Segala sesuatu yang memiliki wujud, bisa dikatakan mempunyai eksistensi bila ia dimanefestasikan dalam salah satu diantara empat tahapan atau tingkatan ('awalim atau maratib) wujud, yakni;
a. wujud sesuatu di dunia eksternal
b. wujud berakal
c. wujud sesuatu dalam ucapan
d. wujud sesuatu dalam tulisan
selanjutnya, segala sesuatu yang mempunyai wujud, baik yang sementara ataupun yang abadi, menurut Ibnu Arabi harus ada di dalam salah satu di antara empat tahapan tersebut. Jika tidak, maka ia bukan wujud, tetapi;
1. Sesuatu yang tidak mempunyai eksistensi dalam salah satu tingkatan wujud, atau non eksistensi murni (al adam al-mahd); atau
2. Sesuatu yang ada dalam satu tingkatan wujud tetapi tidak ada dalam tingkatan lainnya .
Sehubungan dengan itu, maka Tuhan bukanlah Tuhan dalam agama-agama lain yang dibayangkan oleh orang-orang menurut keinginannya masing-masing atau dari segi pahala dan siksa di akhirat nanti. Allah berada di atas semua itu dan bagaimana Dia sebenarnya, menurut Ibnu Arabi, hanya dapat diketahui oleh orang sufi pada puncak pengalaman spiritualnya.



Allah atau wujud mutlak itu bertajalli dalam tiga martabat :
a. Martabat abadiyyah (dzatiyah),pada tingkatan ini, wujud Allah merupakan Zat Mutlak dan mujarrad' tidak bernama dan tidak bersifat. Karenanya, Dia tidak dipahami atau dikhayalkan.
b. Martabat wahidiyah
Tajalli zat atau faidh aqdas (limpahan yang terkudus) melalui sifat dan asma-Nya. Zat tersebut disebut Allah, Pengumpul atau Pengikat sifat-sifat dan Nama-nama yang Sempurna (asma al husna)
Di sini, Ibnu Arabi sebagaimana halnya kaum Mu'tazilah, menyebutkan Sifat dan Asma sebagai hakikat alam empirik yang juga disebutnya sebagai ta'ayyun al awwal (perwujudan pertama) yang berupa wujud potensial.
c. Martabat tajalli syuhudi
Ini disebutnya faidh muqaddas (limpahan kudus) sebagai ta'ayyun al tsani (perwujudan kedua)
Pada tingkatan ini Allah bertajalli melalui Asma dan Sifat-Nya dalam kenyataan empirik atau kenyataan aktual. Dan ini terjadi melalui firman-Nya yang berbunyi; "Kun" (jadilah)
Walhasil, sebenarnya semua wujud aktual merupakan manifestasi (madzhar) dari Asma dan Sifat Allah, sebagaimana dinyatakan dalam kitabnya, Fusus al Hikam . Ini berarti bahwa Tuhan dan alam, sekalipun alam adalah ciptaan Allah, keduanya merupakan dua sisi dari hakikat yang sama. Dari sisi lahir, disebut alam, dan dari sisi batin disebut Tuhan. Dengan kata lain, hakikat alam semesta ini mempunyai dua sisi :
a. Al haqq (Tuhan) Yang Esa, Qadim. Bathin, dan Awwal' dan
b. Al Khalq (makhluk) yang banyak, baru, lahir, dan akhir.
Pemikiran Tentang Alam
Dari ajaran atau pemikirannya tentang ketuhanan, Ibnu Arabi menyatakan bahwa alam semesta adalah manifestasi dari Asma dan Sifat Allah yang bertajalli di dalamnya. Dan ini berproses secara terus-menerus tanpa adanya kesudahan malalui firman-Nya "Kun".
Selanjutnya, tujuan tajalli Allah dalam alam ini adalah agar Dia dapat dikenali lewat Asma dan Sifat-Nya . Ini berarti bahwa tanpa adanya alam ini, asma dan sifat Allah akan kehilangan makna dan akan tetap merupakan citra akali (suwar aqliyah) dalam zad yang pada gilirannya zat itu akan tetap dalam kemujaradannya dan tidak dapat dikenal oleh siapapun. Di sinilah letak urgensi wujud alam sebagai manifestsi kehendak Ilahi yang ingin melihat diri-Nya yag mutlak itu terjelma pada berbagai bentuk empirik yang terbatas (al-suwar al hissiyah al mahdiyah) tentang alam ini Ibnu arabi membedakanya menjadi empat bagian ;
1. Alam Jabarrut, disini di tempatkan sabda Ilahi dan daya rohani.
2. Alam Mitsal, tempat terjadinya eksisitensialiasi, sebagai tempat yang di hasilkan oleh himmah (kemauan) dan doa-doa para wali agar energi mereka bebas dan megubah kemungkinan menjadi yang aktual.
3. Alam Malakut, yaitu dunia akhirat.
4. Alam Nasut yaitu alam manusia.
Keempat alam diatas berasal dari haqiqah Muhammadiyah yakni akal ilahi yang merupakan wadah bertajalinya Allah untuk pertama kalinya pada tingkat ahadiyah.
Pemikiran tentang manusia.
Ibnu Arabi berpendapat bahawasanya manusia memang unik karena fakat mereka diciptakan menurut citra tuhan dan dpata mengaktualisasikan semua sifat Tuhan di dalam dirinya . Manusia tidaklah seluruhnya dapat menjadi tajalli Allah hanyalah yang sempurna (insan kamil) yang menjadi tajalli Allah. Dalam bahasa teologis beliau menggambarkan visi yng dicapai melalui kesempurnaan sebagai paduan seimbnag antara ketekserupaan (tanzih) Tuhan, dan keserupaan-Nya (tasybih). Para mutakallimin memandang tanzih pendapat yang benar dan mengutuk tasybih. Ibnu Arabi berpendapat Tuhan dalam hubunganya, dipahami dengan tanzih sejauh tidak bisa di akses, tetapi Dia dipahami tasybih sejauh lebih dekat dengan manausia daripada urat leher (Qs Qaf : 15). Dengan menegaskan tanzih manusia mengakui keyanglainan dari setiap sesuatu, sedangkan dengan tasybih mengakui kebersamaan Tuhan . Keselarasan yang di bangun bukan berarti tanzih dan tasybih mempunyai proporsi yang sama dalam setiap situasi. Akan tetapi pada dasarnya tasybihlah yang lebih mendominasi .
Dalam futuhat-nya Ibnu Arabi mengatakan bahwa ketika Allah menciptakan makhluk, Dia menciptakan berbagai jenis dan pada tiap jenis diletakkan yang terbaik, mereka inilah orang mukmin. Dan dari orang mukmin itu Dia memilih orang yang terpilih, yaitu para wali. Dan diantara wali-wali dipilih yang paling inti yaitu para nabi. Beliau sependapat dengan doktrin Asy’ariyah bahwa kenabian hanya bisa dicapai dengan penunjukkan Tuhan (ikhtishaa) bukan karena usaha (iktisab). Selain itu Ibnu Arabi juga menyebutkan adanya tingkatan para wali yakni qutb, ghauts, imam, nuqaba', autad, abrar, abadal dan akhyar .
Satu hal yang menarik dari pemikiran Ibnu Arabi adalah penilainya terhadap wanita. Menurutnya cinta wanita tidaklah hanya merupakan kesempurnaan ma'rifat tetapi pengungkapan rahasia Allah yang maha Penyayang. Dengannya, sekaligus Ibnu Arabi memberi corak feminim kepada Allah. Jalaludin ar Rumi dalam Masnawinya mengatakan bahwa Ibnu Arabi menyatakan Allah tidak bisa dilihat terlepas dari benda.Dia kelihatan lebih nyata pada benda bernama manusia dan lebih sempurna lagi pada wanita. Tuhan yang terwujud dalam bentuk wanita adalah penyebab di pandang dari segi kekuasaan untuk melaksanakan pengaruh sepenuhmya atas jiwa manusia dan menyebabkan manusia sepenuhnya menurut dan menghamba pada diri-Nya sendiri. Dan Diapun juga sebgai penerima akibat dilihat dari sejauh tampil dalam bentuk wanita Dia berada dalam penguasaan manusia dan harus menurut perintah-Nya. Sehubungan dengan itu Ibnu Arabi tanpa ragu mengatakan kemungkinan diantara para wali terdapat wanita .
Pengaruh Pemikiran
Tiga persoalan spesifik dari pemikiran Ibnu Arabi yang memberikan kontribusi besar dan memberikan banyak pengaruh pada literatur filsafat setelahnya yaitu yang pertama kesatuan wujud (wahdatul wujud), walaupun Ibnu Arabi tidak pernah memakai terminologi ini, yang kedua alam amajinasi (alam khayal), dan yang ketiga manusia sempurna (insan kamil) . Menurut Sayyid Husein Nasr ada tiga kelompok yang terpengaruh oleh pemikiran Ibnu Arabi yakni :
1. Kelompok sufi, mereka semisal Jalalludin al Rumi yang mengenalnya lewat muridnya al-Qunyawi, selain itu adalah Azis Nasfi, Syah Ni'matullah Wali pendiri Tarekat Ni'matullah. Sedangkan ulama Sy’iah yang pemikiranya di pengaruhi oleh pemikiran Ibu Arabi antara lain : Sayyid Haidar Amuli, Ibnu Turkah, Sadruddin Syirazi. Pengaruh kuat pemikiran beliau juga merambah Indonesia terutama di daerah Aceh melelaui Hamzah Fansuri, Syamsudin al sumatrani dan Nuruddin ar Raniri
2. Ulama dan ahli ma'rifat Syi'ah Imamiyah dan Ismailiyah
3. Pengupas dan penafsir ajaran beliau yang merupakan pewaris langsung dan pelanjut ajaran beliau.
Selain mereka yang mendukung, teryata tidak sedikit pula ulama yang menentanag ajaran dan mengkritik pemikiran-pemikiran beliau, yang paling terkenal adalah Ibnu Taimiyah dengan karyanya ar Raddu 'ala Ibnu Arabi wa al Suffiyah.

PENUTUP
Dari uraian-uraian singkat di atas kita bisa menggaris bawahi bahwasnya istilah wahdatul wujud dalam pandangan Ibnu Arabi tidaklah sebagaimana pengertian harfiahnya. Benar, ia sering menegaskan bahwa wujud adalah realitas tunggal, namun realitas tunggal itu adalah kesadaran diri menemukan dirinya sendiri. Kemudian ajaran beliau tentang imajinasi bisa di contohkan dengan bayangan cermin, yang bukan merupakan cermin dan juga bukan sesuatu yang dipantulkanya tetapi perpaduan antara keduanya. Sedangkan gagasan tentang insan kamil melengkapi pandanganya tentang Tuhan dan Alam. Tuhan menciptakan alam agar Ia dikenali, pengetahuan ini hanya dapat diaktualisasikan oleh manusia yang mempunyai potensi untuk mengetahui dan menhidupkan sifat-Nya. Dan orang yang mampu melakukan ini adalah insan kamil yang lazim disebut Nabi atau Auliya’.
Akhir kata, ketika selesai sebuah perkara maka akan tampak jelaas kekuranganya, karena itu tak lupa lupa kami ucapkan mohon maaf atas segala kekurangan, terimakasih atas segala perhatian dan sampai bertemu lagi di lain kesempatan. Wallahu a’lamu.

0 Response to "IBNU ARABI"

Posting Komentar