PENDAHULUAN
Dalam upaya memperoleh pemahaman yang benar pada suatu sember hokum, kita dihadapkan pada beberapa kesulitan, sehingga para pakar ushul fiqh dan bahasa arab mengadakan studi yang lebih mendalam tentang bahasa, salah satu hal yang berperan penting adalah pembentukan kaidah kaidah kebahasaan yang bisa kita pergunakan dalam memahami teks Al qur’an dan Hadits yang berbahasa arab sebagai sumber hukum.
Setelah kita membahas tentang dalil dalil yang jelas (ahir, nash, mufassar dan muhkam) dan sekelumit tentang terjadinya pertentangan yang terjadi antara dalil-dalil tersebut, kita melangkah pada bahasan dalil-dalil yang tidak jelas ( ghoiru wadhih ).
Dalil ghoiru wadhih terbagi menjadi empat,sesuai dengan ingkat kesamarannya (ketidakjelasannya) , yaitu : Khofi, Musykil, Mujmal dan Mutasyabih. Pembagian ini didasari oleh faktor yang menyebabkan ketidakjelasan suatu dalil, karena adakalanya disebabkan faktor intern ( dalil itu sendiri ), atau disebabkan oleh faktor dari luar dalil sebagaimana akan kita bahas berikut.
PEMBAHASAN
I. Khofi
Adalah dalil yang mempunyai kesamaran murod dikarenakan adanya faktor ektern ( bukan berasal dari sighot dalil bersangkutan ) atau dengan kata lain dalil tersebut sudah mempunyai makna yang jelas tersebut dengan kosakata lain, sehingga dibutuhkan pemikiran lebih lanjut dalam upaya memperjelasnya . Seperti pada lafad ( ) yang berarti “ orang yang mengambil harta orang lain secara diam-diam dari tempat penyimpanannya”, dalam teks firman Allah
Lafad tersebut memang sudah jelas makna dan murodnya, akan tetapi bila dihadapkan dengan kata ( ) atau pencopet yang didefinisikan sebagai orang yang mengambil harta orang lain menggunakan ketrampilan dan keahlian tangan ketika orang tersebut lengah, maka muncullah ketidakjelasan apakah dengan definisi tersebut pencopet bisa disamakan dengan ( ) sehingga pencopet juga dikenai hukuman potong tangan? Ataukah ia hanya dita'zir karena tidak sama dengan pencuri?
Dalam masalah ini para ulama berittifaq bahwa pencopet dapat disamakan dengan pencuri dengan penjelasan , pencuri mengambil harta ketika pemiliknya tidak berada ditempat atau sedang tidur, sedangkan pencopet mengambilnya ketika si pemilik dalam keadaan terjaga dan berada ditempat kejadian. Bahkan dapat dikatakan bahwa pencopet lebih berhak untuk dipotong tangannya karena ia mempunyai kelebihan disbanding pencuri .
Khofi menempati tingkatan terrendah dalam katidakjelsannya diantara dalil-dalil ghoru wadhih, dan menjadi lawan dari dhahir yang diaggap sebagai dalil yang paling jelas .
II. Musykil
Merupakan lawan dari nash, yaitu lafad yang tidak jelas makna murodnya disebabkan faktor dari dalam dalil itu sendiri , untuk memehaminya dibutuhkan pemikiran disertai dengan qorinah yang dapat menjelaskannya. Perbedaan antara musykil dan khofi adalah: kesamaran makna musykil muncul dari sighot dalil itu sediri dan dibuthkan qorinah untuk memahaminya, sedangkan ketidakjelasan khofi disebabkan oleh faktor diluar sighot dalil dan dalam memahaminya tidak dibutuhkan qorinah pendukung. Disamping perbedaan, khofi dan musykil juga memiliki persamaan yaitu keduanya harus melewati pembahasan dan pemikiran terlebih dahulu untuk memahaminya.
Faktor intern yang menyeebabkan ketidakjelasan musykil adalah ketika suatu lafad dapat menggunakan dua makna atau lebih. Sebagai contoh lafad ( ) dalam firman Allah ( ) bisa bermakna ( ) seperti dalam ayat ( ) atau bermakna ( ) sebagaimana dalam ayat ( ). Setelah melalui pemikiran lebih lanjut kata ( ) disini lebih cocok diartikan ( ),sehingga ayat tersebut bisa diartikan “ dengan tatacara apapun yang kalian kehendaki baik berdiri, duduk, dari samping ataupun dari belakang asalkan tetap di qubul” sebab kata ( ) adalah sarana untuk regenerasi bukan dubur .
Dengan demikian musykil harus dibahas lebih mendalam sebelum menentukan makna yang lebih cocok untuk kemudian melaksanakan maksud yang terkandung didalamnya dengan dukungan qorinah dan dalil-dalil pendukung.
III. Mujmal
Adalah dalil yang mempunyai ketidakjelasan makna dalam lafadnya, dan diperlukan penjelasan dari mutakallim untuk mendapatkan kejelasan dan pemahamannya. Mujmal lebih tidak jelas apabila dibandingkan dengan musykil, karena mujmal tidak hanya mempunyai kemungkinan makna yang banyak akan tetapi dengan banyaknya makna tersebut dapat terjadi pertentangan antara makna satu dengan yang lainnya .
Sebab dari ketidak jelasan mujmal adalah salah satu dari tiga hal berikut:
1. Banyaknya makna disertai tidak adanya qorinah yang dapat membantu pemahaman. Seperti kata ( ) dalam ucapan seseorang yang berkata sedangkan ia pernah mempunyai tuan yang memerdekannya dan mempunyai budak yang ia merdekakan, tanpa adanya ketetapan dan kejelasan dari pewasiat tentang siapa yang akan menerima wasiat itu sampai ia meninggal, maka wasiat tersebut dinyatakan batal menurut ulama Hanafiyah.
2. Lafad yang ghorib (tidak dikenal). Dalam ayat kata ( ) tidak dapat difahami karena dianggap ghorib, sampai adanya penjelasan Allah dalam firmannya:
3. Perpindahan dari makna lugowi kepada makna istilahi. Seperti kata sholat,wudlu, riba dan sebagainya, dimana kata-kata tersebut tidak mungkin dipahami melalui pemaknaan lughowi akan tetapi melalui penjelasan hadits rasulullah.
IV. Mutasyabih
Yaitu lafad-lafad yang tidak mungkin dipahami sama sekali baik dengan bantuan akal maupun dengan dukungan dalil naqli yang lain. Mutasyabih adalah dalil yang mempunyai tingkat ketidakjelasan paling tinggi diantara dalil-dalil yang tidak jelas. Menurut penlitian sama sekali tidak ditemukan mutasyabih dalam ayat-ayat alquran dan hadits-hadits nabi yang berkenaan dengan hukum syara’.
Mutasyabih terjadi dipermulaan beberapa surat alquran seperti ( ), dan ayat-ayat yang menerangkan sifat-sifat Allah yang seakan-akan menyerupakan Allah dengan mahluk melalui sifat tersebut, sebagaimana kata ( ) dalam firman Allah
Dalam menyikapi dalil-dalil mutasyabih, menurut ulama ilmu tauhid terdapat dua thoriqoh, yaitu thoriqoh ulama salaf dan thoriqoh ulama kholaf.
Thoriqoh salaf adalah cara yang dianut golongan Alusssunnah Wal Jamaah secara umum, yaitu menghindari adanya pentakwilan dalil tersebut dan menyerahkan pemaknaannya pada apapun yang dimaksud oleh asy Syari’ (Allah SWT) tanpa adanya upaya untuk mencari pemahamannya.mereka mendasarkan pendapat ini dengan firman Allah:
Sedangkan thoriqoh kholaf adalah cara yang dianut oleh golongan Mu’ta ilah, yaitu mentakwil lafad-lafad mutasybih sesuai dengan sesuai dengan bahasa,tanpa mengesampingkan fakta bahwa Allah terbebas dari sifat-sifat yang tidak patut bagi-Nya. Sehingga kalimat ( ) dimaknai dengan ( ).
Munculnya dua thoriqoh ini ditimbulkan oleh pewakafan pada lafad ( ) pada ayat diatas oleh golongan pertama dan pengathafan lafad ( ) kepada lafduljalalah oleh kelompok kedua .
PENUTUP
Secara ringkas dapat kita fahami dari uraian diatas bahwa apabila suatu dalil mempunyai kesamaran maksud yang disebabkan oleh faktor ekstern maka bisa disebut sebagai khofi, apabila disebabkan oleh faktor intern dan dapat dipahami melalui akal maka disebut musykil,jika tidak bisa menggunakan akal melainkan dalil naqli maka disebut dengan mujmal, dan jika tidak bisa difahami baik mulalui akal maupun dalil naqli maka disebut dengan mutasyabih. Pembagian dan pembahasan diatas adalah menurut pendapat ulama Hanafiyah .
0 Response to "DALIL DARI SISI KETIDAK JELASANNYA"
Posting Komentar