PENDAHULUAN
Setelah kita membahas tentang Mafhum Muwafaqoh, selanjutnya kita akan membahas tentang Mafhum Muhalafah. Dimana dalam pembahasan ini akan diuraikan macam-macam Mafhum Muhalafah dan sedikit tentang perbedaan dalam penggunaannya antara Jumhur ulama dengan Hanafiyah. Jumhur ulama menggunakan metode mafhum muhalafah untuk menggali suatu hukum, sedangkan Hanafiyah menggunakan Dilalatun Nash, sebagaimana yang telah diterangkan oleh Bpk DR Kaswi Syaiban. Dalam meggunakan metode ini, Jumhur ulama memberlakukan syarat-syarat yang sangat ketat. Yang pada akhirnya antara dua metode ini akan menemukan titik temu.
Selanjutnya dengan kepala tetap dingin, mari kita bahas salah satu khazanah ilmu ushul, yaitu Mafhum Muhalafah.
PENGERTIAN
Apabila nash syara’ menunjukkan suatu hukum atas suatu masalah yang dibatasi dengan suatu batasan, misalnya jika masalah itu mempunyai sebuah sifat, atau diberi syarat dengan suatu syarat, atau dibatasi dengan suatu batasan atau bilangan, maka hukum nash atas masalah yang telah jelas batasannya tersebut, disebut manthuq nash. Sedangkan hukum atas masalah yang tidak dapat memenuhi batasan tersebut disebut mafhum mukholafah.
Contoh firman Allah:
ُقْل لآاَجِدُ فِيْمَا اُوْحِيَ اِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعَمٍ بِطَعَمِهِ اِلّآاَنْ تَكُوْنَ مَيْتَةً اَوْدَمًا مَسْفُوْحًا(النساء )
“Katakanlah: Dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku aku tidak memperoleh sesuatu yang diharamkam bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir”.
Bunyi nashnya adalah mengharamkan darah yang mengalir. Sedangkan menghalalkan darah yang tidak mengalir adalah pengertian balik dengan bunyi nash, dan tidak ada dalalah bagi ayat ini atas makna tersebut. Bahkan makna itu bisa diketahui dengan dalil al-ibahah al-asliyyah.
Contoh lain sabda Nabi:
اُحِلَّتْ لَكُمْ مَيْتَتًانِ وَدَمَانِ. اِمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالسَّمَكُ وَالْجَرَدُ وَاِمَّا الدِّمَاءِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ.
“Dihalalkan bagi kamu dua bangkai dan dua darah.Adapun dua bangkai itu ialah ikan dan belalang, sedang dua darah itu ialah hati dan limpa”.
Juga firman Allah:
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلًا اَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَتُ الْمُؤْمِنَت فمن ما ملكت ايمانكم من فتيتكم المؤمنت.(ألنساء: )
“Dan barang siapa diantara kamu(orang merdeka) yang tidak cukup pembelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka yang beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman dari budak-budak yang kamu miliki” (Q.S Al-nisa’ : 25).
Mantuqnya ialah bahwa orang tidak mampu mengawini wanita-wanita yang merdeka, dibolehkan mengawini budak-budak yang mukmin. Sedangkan orang yang mampu mengawini wanita-wanita merdeka, maka tidak ada dalalah hukumnya dalam ayat ini. Begitu juga mengawini budak wanita yang bukan mukmin, juga tidak ada dalalah hukumnya dalam ayat ini.
Macam-macam mafhum mukholafah:
1.مفهوم الوصف , seperti contoh:
فِى السَّائِمَةِ زَكَاةٌ
“Pada binatang digembalakan itu ada zakatnya”.
Pengertian baliknya ialah binatang yang diberi makan dengan cara yang tidak digembalakan.
2.مفهوم الغاية, sebagaimana firman Allah:
فان طلقها فلا تحل له من بعد حتى تنكح زوجا غيره. (البقرة: ).
“Kemudian jika sang suami menthalaknya (sesudah thalak yang kedua) maka, perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain”.(Q.S. Al-Baqarah: 230).
Pengertian baliknya ialah seorang istri telah dithalak tiga kali, ia boleh kawin dengan seorang laki-laki yang bukan suami yang telah menjatuhkan thalak kepadanya.
3. مفهوم الشرط, firman Allah Swt:
....وان كن اولات حمل فانفقوا عليهن.......(الطلاق: ).
“….dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah dithalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya……”.(Q.S. Al-thalaq:6).
Pengertian baliknya istri-istri yang dithalak dalam keadaan tidak hamil.
4. مفهوم العدد, seperti firman Allah:
فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَنِيْنَ جَلْدَةً (النور: ع )
“Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera”.(Q.S. Al-Nur: 4).
Pengertian baliknya ialah kurang atau lebih dari delapan puluh kali dera.
5. مفهوم اللقب, sebagaiman contoh
مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ
“Muhammad adalah utusan Allah”.
Pengertian baliknya ialah selain Nabi Muhammad.
فِى الْبُرِّ صَدَقَةٌ
“Gandum adalah termasuk jenis yang harus dikeluarkan zakatnya”
pengertian baliknya ialah selain gandum.
6.Mafhum hasr (pembatas/menyingkat), yaitu mengkhususkan hukum dengan apa yang disebutkan dalam perkataan yang dinyatakan, tidak mengenai selain yang tersebut dalam perkataan itu. Misalnya:اِنَّمَا اُمِرْتُ بِالْوُضُوْءِ اِذَا قُمْتُ اِلَى الصَّلاَةِ
“(Tidak lain) aku diperintah bewudlu apabila aku hendak sholat”.
Dapat dipahami bahwa perintah wudlu hanya terbatas untuk sholat, tidak untuk lainnya .
Tetapi para ulama ushul sepakat tidak adanya hujjah nash pada mafhum laqob. Karena pada mafhum laqob tidak menyebutkan batasan, pengkhususan dan pengecualian terhadap lainnya, Seperti lafadl فى البر صدقة , lafadl البرadalah sejenis nama biji-bijian ( حب ) yang wajib dizakati dan mengecualikan biji-bijian yang lain. Padahal selain البر masih ada biji-bijian yang wajib dizakati. Imam syaukani berkata: bahwa mafhum laqob itu tidak mempunyai hujjah baik secara bahasa, akal, dan syara’. Sebagaimana perkataan orang arab رأيت زيداpada lafadl ini tidak bisa dipahami bahwa ia tidak melihat orang selain zaid.
Kemudian terhadap mafhum mukhalafah yang lain yaitu mafhum sifat, syarat, ghoyah, dan mafhum adad: Para ulama Syafi’iyah dan Malikiyah menggunakan sebagai hujjah, namun dengan ketentuan:
1. Mafhum mukhalafah tidak bertentangan dengan dalalah manthuq pada nash yang lain, seperti firman Allah:
وَلاَ تَقْتُلُوْا اَوْلاَدَكُمْ خَشْيَةَ اِمْلاَقٍ
“ Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan...(Al-Isra’: 31)
mafhum mukhalafahnya yaitu boleh membunuh anak kalau tidak karena takut kemiskinan. Akan tetapi yang diperbolehkan oleh mafhum mukhalafah ini tidak bisa dijadikan hujjah, karena bertentangan dengan dengan arti lafadl:
وَلاَ تَقْتُلُوْا النَّفْسَ الَّتِى حَرَّمَ اللهُ اِلاَّ بِالْحَقِّ
“ Dan janganlah membunuh jiwa yang diharamkan Allah(membunuhnya) melainkan dengan suatu(alas an) yang benar……(Al-Isra’ : 33)
yaitu haram melakukan pembunuhan kecuali dengan alasan yang dibenarkan syara’.
2. Apabila hukum manthuq tidak mempunyai arti yang boleh diberlakukan hukum sebaliknya.
Arti-arti yang terkandung dalam pembatasan hukum yang disebut menunjukkan tidak boleh diberlakukan mafhum mukhalafah, antara lain:
a. Pembatasan hukum yang disebut sesuai dengan adat (kebiasaan) atau merupakan sesuatu yang banyak terjadi misalnya dalam firman Allah:
.....وَرَبَائِبُكُمُ الَّتِى فِى حُجُوْرِكُمْ.......
“ ….anak-anak tirimu yang dalam pemeliharaanmu……(An-Nisa’ : 23).
Dalalah manthuqnya yaitu haram untuk mengawini anak tiri yang dalam pemeliharaannya. Maka ayat ini tidak boleh diberlakukan mafhum mukhalafah(yaitu boleh megawini anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya).
b. Pembatasan hukum yang disebut dimaksudkan sebagai pendorong untuk dilaksanakan. Seperti sabda Rasul:
لا يحل لإمرأة تؤمن بالله واليوم الاخر ان تحد فوق ثلاثة ايام الا على زوجها اربعة اشهر وعشرا
“ Tidak boleh bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkabung lebih dari tiga hari kecuali terhadap(kematian) suaminya selama empat bulan sepuluh hari.
Dimaksudkan dengan adanya pembatasan wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir ialah untuk mendorong agar dilaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan, sebab iman kepada Allah dan hari akhir merupakan pendorong bagi seseorang untuk melaksakan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah.
c. Pembatasan hukum yang disebut, dimaksudkan untuk menyatakan jumlah yang terbatas(berapa banyaknya), seperti firman Allah:
استغفر لهم او لا تستغفر لهم ان تستغفر لهم سبعين مرة فلن يغفر الله لهم
“ Kamu memohonkan ampun bagi mereka, atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu mohonkan ampun bagi mereka tuju puluh kali, namun Allah tidak sekali-kali memberi ampun kepada mereka…..(At-Taubah : 80).
Dinyatakan dengan tuju puluh kali, bukan berarti menentukan jumlah dalam permohonan maaf, melainkan dimaksudkan untuk menyatakan berapapun (jumlah yang tak terbatas) permohonan ampun itu.
d. Pembatasan hukum yang disebut dimaksudkan sebagai jawaban dari suatu pertanyaan, seperti Nabi ditanya tentang zakat unta, Nabi menjawab:
وَفِى الاِْبِلِ السَّائِمَةِ زَكَاةٌ
“ Pada unta yang mencari makan sendiri dikenakan zakat.
PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA SYAFIIYAH DAN HANAFIYAH
Jumhur ulama berpendapat bahwa selain mafhum mukhalafah laqab bisa dijadikan hujjah dan bisa juga menjadi hujjah atas tetapnya kebalikan hukum. Seperti lafadl اودما مسفوحا , sehingga hukum haram pada darah yang mengalir dan hukum halal pada darah yang tidak mengalir keduanya ditunjukkan oleh ayat di atas. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa mafhum muhalafah tidak bisa dijadikan hujjah kecuali atas hukum dalam kejadian yang diterangkan dengan batasan tersebut.Contoh kongkret perbedaan diantara keduanya adalah ayat:
فَاِنْ كُنَّا نِسَاءٌ فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثًا مَا تَرَكَ (النساء:اا)
“Dan jika anak itu semuanya perermpuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiganya dari harta yang ditinggalkan.
Dan sabda Nabi Saw kepada saudara Sa’d bin Rabii’:
اَعْطِ اِبْنَتَيْ سَعَدٍ الثُّلُثَيْنِ وَزَوْجَهُ الثُّمُنُ وَمَا بَقِيَ فَهُوَ لَكَ
“Berikan kepada dua anak perempuan Sa’d sebesar dua pertiga kepada istrinya seperdelapan dan sisanya bagimu. Menurut Jumhur terdapat kontradiksi antara mafhum mukhalafah ayat. Yaitu bahwa anak perempuan satu atau dua tidak mendapat 2/3, dengan bunyi Hadits yang menetapkan dua anak perempuan mendapat 2/3, dan yang dimenangkan adalah bunyi Hadits. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah tidak terjadi kontradiksi, karena Hadits menjelaskan hukum yang terjadi yang tidak disebutkan dalam ayat hak waris anak perempuan .
SIMPULAN
Banyak hal sebenarnya yang harus diuraikan tentang MM (mafhum muhalafah) pada kesempatan ini, tapi karena terbatasnya waktu dan kemampuan pemakalah, hanya inilah yang bisa pemakalah sampaikan. Dan memang banyak perbedaan-perbedaan antara para ulama dalam mengambil suatu produk hukum dan metode yang digunakan. Walaupun pengambilannya dari sumber yang sama, yaitu Qur’an dan Hadits.
Dari perbedaan-perbedaan yang terjadi di antara para ulama, kita ndak usah ragu dan bimbang untuk mengikuti salah satunya, karena Khilaful ulama rohmatun. Sekian, mohon maaf atas segala kekurangan dan semoga bermanfaat AAmiiiin.
4 April 2010 pukul 06.12
koment perdana boz......... ojo lali koment balek ya! :D
2 Juni 2010 pukul 23.53
Alhamdulillah, ternyata tidak sedikit blog Islami. Semoga dakwah Islam semakin semarak dan mampu membawa perubahan ke arah masyarakat Islami
Salam ukhuwah